Minggu, 05 Juli 2015

GOUT (Asam Urat)

GOUT (Asam Urat)
Asam urat merupakan hasil metabolisme akhir dari purin yaitu salah satu komponen asam nukleat yang terdapat dalam inti sel tubuh. Peningkataan kadar asam urat dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh manusia seperti perasaan linu-linu di daerah persendian dan sering disertai timbulnya rasa nyeri yang teramat sangat bagi penderitanya. Hal ini disebabkan oleh penumpukan Kristal di daerah tersebut akibat tingginya kadar asam urat dalam darah. Penyakit ini sering disebut penyakit gout atau lebih dikenal di masyarakat sebagai penyakit asam urat. Hiperuricemia disebabkan oleh sintesa purin berlebih dalam tubuh karena pola makan yang tidak teratur dan proses pengeluaran asam urat dari dalam tubuh yang mengalami gangguan. Faktor-faktor yang diduga juga mempengaruhi penyakit ini adalah diet, berat badan dan gaya hidup ( Price & Wilson, 1992). Choi dkk (1986) melakukanPenelitian tentang gout pada populasi tenaga kesehatan laki-laki di Amerika Serikat, yang meliputi dokter gigi, optometris, osteopath, ahli farmasi, podiatrist, dan dokter hewan. Populasi tersebut berusia antara 40 sampai 75 tahun. Hasil penelitianya selama 12 tahun menemukan 730 kasus gout baru. Mereka menemukan peningkatan risiko gout ketika responden mengonsumsi daging atau seafood dalam jumlah banyak. Akan tetapi, tidak ditemukan peningkatan risiko gout ketika mengonsumsi protein hewani maupun nabati atau sayur-sayuran kaya purin dalam jumlah banyak. Pada penelitian gout pertama di Indonesia,Van den Horst (1935) menemukan 15 kasus gout berat pada masyarakat kurang mampu di jawa. Kemudian Darmawan (1988) di Bandungan Jawa tengah melakukan penelitian diantara 4.683 orang berusia 15-45 tahun yang diteliti, 0,8% menderit asam urat tinggi (1,7% pria dan 0,05% wanita ) diantaranya sudah sampai pada tahap gout. Perlu diketahui pula di Indonesia arthritis gout diderita pada usia lebih awal dibandingkan dengan Negara barat. 32% serangan gout terjadi pada usia dibawah 34 tahun. Oleh karena itu, hal inilah yang melatarbelakangi betapa pentingnya untuk mengetahui dan mempelajari penyakit ini (Gout dan Hiperurisemia) untuk mengetahui solusi pengobatan yang terbaik.
PEMBAHASAN
Artritis adalah nama gabungan untuk lebih dari seratus penyakit, yang semuanya berciri rasa nyeri dan bengkak, serta kekakuan otot dengan terganggunya fungsi alat-alat gerak (sendi dan otot). Yang paling banyak ditemukan adalah artrose (arthritis deformens), umumnya tanpa peradangan, kemudian rematik (arthrits rheumatica) dengan peradangan, spondylosis dengan radang tulang punggung, sindrom reiter (dengan radang ginjal dan selaput mata), dan encok. Penyakit lainnya yang jarang ditemukan adalah rema akut (arthritis septice), dan rema jaringan lembut yang menghinggapi jaringan otot. (Tjay dan rahardja. 2007: 321)
Encok (Arthritis urica, gout), merupakan suatu gangguan pada metabolisme asam urat, yang mengakibatkan mengendapnya kristal-kristal natrium urat di sendi-sendi, jaringan lembut (tophi), dan ginjal (batu ginjal). (Tjay dan rahardja. 2007: 323).
Gout sesungguhnya adalah arthritis/radang yang terjadi karena terbentuknya endapan kristal monosodium urat, biasanya terjadi secara mendadak. Terjadinya pengumpulan kristal monosodium urat di sendi akibat dari keadaan tingginya kadar asam urat dalam darah penderita/hiperurisemia. (Puspitasari. 2008: 36).
Definisi Gout atau ssam urat adalah:
1.         Suatu penyakit yang ditandai dengan hiperurisemia, serangan akut (mendadak), dan berulang ditandai dengan adanya kristal monosodium urat (MSU) atau asam urat pada cairan sinovial (cairan sendi), dan terbentuknya jaringan (thopi) , dan neprolitiasis asam urat.
2.         Adanya hiperurisemia mungkin tanpa gejala dan terjadi karena peningkatan konsentrasi asam urat dalam darah >7,0 mg/dl dan peningkatan resiko timbulnya gout.
3.         Atritis pirai dan disebabkan oleh deposit kristal monosodium urat (MSU) terjadi akibat supersaurasi cairan akstraseluler yang mengakibatkan atu atau beberapa menifestasi kliinilk. (Priyanto. 2008: 109).
     Arthritis gout adalah suatu sindrom klinis yang mempunyai suatu gambaran khusus yaitu arthritis akut. Arthritis gout ini lebih banyak terdapat pada pria dibandingkan wanita. Pada pria sering mengenai usia pertengahan, sedangkan pada wanita sering mengenai pada usia monopause. (Mansjoer., dkk. 1999: 542).
     Gout atau encok atau sering disebut asam urat, penyakit tersebut merupakan penyakit metabolit karena produksi asam urat yang berlebihan atau gangguan ekskresi dari purin. Penyakit yang ditandai serangan arthritis akut diakibatkan penumpukan kristal monosodium urat, suatu produk dari metabolisme purin dari jaringan sinovial pada persendian tulang. Pada kondisi tersebut, reaksi inflamasi juga timbul, melibatkan aktivasi mediator kinin, sistem komplemen dan plasti, produk enzim lipoksigense (leukotrin B), retruitment neutrofil, dan produk enzim lopoksigenase (leukotrien B4), rekruitment neutrofil, dan produksi II-I. (Nugroho. 2011: 186).
Asam urat merupakan hasil metabolisme akhir dari purin yaitu salah satu komponen asam nukleat yang terdapat dalam inti sel tubuh. Peningkataan kadar asam urat dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh manusia seperti perasaan linulinu di daerah persendian dan sering disertai timbulnya rasa nyeri yang teramat sangat bagi penderitanya. Hal ini disebabkan oleh penumpukan Kristal di daerah tersebut akibat tingginya kadar asam urat dalam darah. Penyakit ini sering disebut penyakit gout atau lebih dikenal di masyarakat sebagai penyakit asam urat. Hiperuricemia disebabkan oleh sintesa purin berlebih dalam tubuh karena pola makan yang tidak teratur dan proses pengeluaran asam urat dari dalam tubuh yang mengalami gangguan. Faktor-faktor yang diduga juga mempengaruhi penyakit ini adalah diet, berat badan dan gaya hidup (Price and Wilson.1992).
Gout adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keadaan penyakit yang berkaitan dengan hiperurisemia. Hiperurisemia dapat terjadi karena peningkatan sintesis prekursor purin asam urat atau penurunan eliminasi/pengeluaran asam urat oleh ginjal, atau keduanya. Gout merupakan diagnosis klinis sedangkan hiperurisemia adalah kondisi biokimia. Gout ditandai dengan episode arthritis akut yang berulang, disebabkan oleh timbunan monosodium urat pada persendian dan kartilago, dan pembentukan batu asam urat pada ginjal (nefrolitiasis). Hiperurisemia yang berlangsung dalam periode lama merupakan kondisi yang diperlukan tetapi tidak cukup untuk menyebabkan terjadinya gout (Johnstone A. 2005).
Menurut American College of Rheumatology, gout adalah suatu penyakit dan potensi ketidakmampuan akibat radang sendi yang sudah dikenal sejak lama, gejalanya biasanya terdiri dari episodik berat dari nyeri infalamasi satu sendi. Gout adalah bentuk inflamasi arthritis kronis, bengkak dan nyeri yang paling sering di sendi besar jempol kaki. Namun, gout tidak terbatas pada jempol kaki, dapat juga mempengaruhi sendi lain termasuk kaki, pergelangan kaki, lutut, lengan, pergelangan tangan, siku dan kadang di jaringan lunak dan tendon. Biasanya hanya mempengaruhi satu sendi pada satu waktu, tapi bisa menjadi semakin parah dan dari waktu ke waktu dapat mempengaruhi beberapa sendi. Gout merupakan istilah yang dipakai untuk sekelompok gangguan metabolik yang ditandai oleh meningkatnya konsentrasi asam urat (hiperurisemia) (H. Ralph Schumacher, MD. 2012).
Asam urat merupakan senyawa nitrogen yang dihasilkan dari proses katabolisme purin baik dari diet maupun dari asam nukleat endogen (asam deoksiribonukleat). (Syukri, 2007).
Gout dapat bersifat primer, sekunder, maupun idiopatik. Gout primer merupakan akibat langsung pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau akibat penurunan ekskresi asam urat. Gout sekunder disebabkan karena pembentukan asam urat yang berlebihan atau ekskresi asam urat yang berkurang akibat proses penyakit lain atau pemakaian obat-obatan tertentu sedangkan gout idiopatik adalah hiperurisemia yang tidak jelas penyebab primer, kelainan genetik, tidak ada kelainan fisiologis atau anatomi yang jelas.(Putra, 2009).

A.      Potofisiologi
1.      Asam urat merupakan produk akhir dari degradasi purin yang bersumber dari dalam tubuh atau diet dan dianggap sebagai sampah yang harus dibuang. Kadar asam urat berlebihan merupakan akibat dari proses prouksi (degradasi purin) atau karena ekskresi yang rendah. Sumber purin ada tiga diantaranya diet, konversi asam nukleat jaringan ke nukleotida purin, dan hasil sintesis.
2.      Asam urat dari diet berasal dari makanan yang mengandung nukleoprotein, seperti usus(854 mg/100g), babat dan limpa (470 mg/100 g), daging sapi 385 mg/100 g), bayam kangkung, daun melinjo (sekitar 300 mg/100 g), tahu-tempe (sekitar 120 mg/100 g), dan lain-lain.
3.      Overproduksi dapat terjadi karena peingkatan phosphoribosyl phosphate (PRPP) synthetase yang menyebabkan peningkatan sintesis purin yang pada akhirnya dapat menyebabkan peningkatan asam urat. Over produksi asam urat juga dapat terjadi pada peningkatan peruraian asan nukleat jaringan pada gangguan myeloproliperatif dan limphoproliperatif. Peningkatan sintesis asan urat karena enzim di atas bersifat genetik atau karena penyakit tertentu misalnya kanker darah, dimana sel-sel berkembang sangat cepat sehingga nukleoprotein menjadi berlebihan.
4.      Diet purin tidak begitu berpengaruh pada terjadinya hiperurisemia jika tidak ada gangguan dari metabolisme purin dan akskresi purin.
5.      Dua pertiga asam urat yang diproduksi diekskresi melalui urin dan sisanya melalui gastrointestinal (GI) setelah terdegradasi oleh bakteri  kolon. Gangguan ekskresi ginjal pada tubuli distal atau karena ginjal yang rusak, misalnya pada glomeluronefritis juga akan meningkatkan kadar asam urat
6.      Obat-obat yang mengurangi kliren atau ekskresi asam urat seperti duretik (thiazid dan furosemid), asam salisilat, pyrazinamid, INH, ethambutol, asam nikotinat, ethanol, levodopa, cyclosporin, dan obat-obat sitotoksik. Karena mengganggu akskresi, maka dapat meningkatkan kadar asam urat, sehingga perlu diperhatikan.
7.      Dalam kondisi normal seseorang memproduksi asam urat 600-800 mg perhari, dan yang diekskresi melalui urin kurang dari 600 mg sehari sisanya siekskresikan melalui feses. Jumlah diekskresi  < 100 mg dianggap normal, tetapi jika > 1000 mg sudah termasuk over produksi pada pasien tanpa diet purin. Tetapi jika ekskresi > 600 mg perhari pada seseorang yang diet purin sudah dianggap over produksi.
8.      Deposit kristal asam urat di sinovial menyebabkan inflamasi (vasodilatasi, peningkatan permeabilitas kapiler, dan aktifitas kemotaktik dari polymorphonuclear leukosit). Fagositosis kristal asam urat oleh leukosit menyebabkan adanya enzim proteolitik ke dalam plasma. Inflamasi menyebabkan nyeri sendi, erithema, panas, dan bengkak.
9.      Neprolithiasis asam urat dapat terjadi pada 10-15% penderita gout dangan faktor predisposisi seperti kelebihan ekskresi, urin asam, dan tingginya kadar asam urat. (Priyanto. 2008: 109-111).
Hiperurisemia (konsentrasi asam urat dalam serum yang lebih besar dari 7,0 mg/dl) dapat menyebabkan penumpukan kristal monosodium urat. Peningkatan atau penurunan kadar asam urat serum yang mendadak mengakibatkan serangan gout. Apabila kristal urat mengendap dalam sebuah sendi, maka selanjutnya respon inflamasi akan terjadi dan serangan gout pun dimulai. Apabila serangan terjadi berulang-ulang, mengakibatkan penumpukan kristal natrium urat yang dinamakan tofus akan mengendap dibagian perifer tubuh seperti ibu jari kaki, tangan, dan telinga (Smeltzer & Bare, 2001).
Pada kristal monosodium urat yang ditemukan tersebut dengan imunoglobulin yang berupa IgG. Selanjutnya imunoglobulin yang berupa IgG akan meningkat fagositosis kristal dengan demikian akan memperlihatkan aktivitas imunologik (Smeltzer & Bare, 2001).


B.       Etiologi (Faktor Resiko)
Gejala artritis akut disebabkan oleh reaksi inflamasi jaringan terhadap pembantukan kristal monosodium urat monohidrat. Karena itu, dilihat dari penyebabnya, panyakit ini termasuk dalam golongan kelainan metabolik. Kelainan ini berhubungan dengan gangguan kinetik asam urat yaitu hiperurisemia. Hiperurisemia pada penyakit ini terjadi karena:
1.      Pembentukan asam urat yang berlebihan
a.       Gout primer metabolik, disebabkan sintesis langsung yang bertambah
b.      Gout sekunder metabolik, disebabkan pembentukan asam urat yang berlebihan karena penyakit lain seperti leukimia, trutama bila diobati dengan sitostatika, psoriasis, polisitemia vera, dan mielofibrosis.
2.      Kurangnya pengeluaran asam urat melalui ginjal
a.       Gout primer renal, terjadi karena ganngguan eksresi asam urat di tubuli distal ginjal yang sehat. Penyebabnya tidak diketahui.
b.      Gout sekuner renal, disebabkan oleh kerusakan ginjal, mislanya pada glomerulonefritis kronik atau gagal ginjal kronik.
c.       Perombakan dalam usus yang berkurang. Namun, secara klinis hal ini tidak penting. (Mansjoer.,dkk. 1999: 542-543)
Komsusmsi makanan dan minuman yang mengandung purin dan xantin merupakan pemicu yang diyakini para ahli. Sumber purin antara lain bahan makanan jeroan binatang, sayuran, dan prouk hasil laut. Sementara kopi, coklat, dan colaadalah minuman yang mengandung xantin. (Puspitasari. 2008: 37).
Dulu di eropa encok dianggap sebagai penyakit orang kaya dan terutama orang gemuk. Menurut perkiraan encok disebabkan oleh makan dan minum terlampau banyak. Kini diketahui bahwa selain kadar asam urat yang meningkat (hiperurisemia), yaitu keturunan, kehamilan, kebiasan makan dan minum, pembebanan sendi berlebihan, diabetes melitus, hipertensi, hiperlipidemia, dan stress fisik dan mental. Mulainya encok pada pria biasanya pada usia antara 40-60 tahun, sedangkan pada wanita kebanyakan sesudah menopause.
William dalam penelitiannya “Effects of diet, physical activity and performance, and body weight on incident gout in ostensibly healthy active men”, menyebutkan bahwa risiko terjadinya gout lebih besar terjadi pada lelaki yang tidak memiliki aktifitas fisik dan kardiorespiratori fitnes dibandingkan dengan lelaki yang aktif secara fisik dan kardiorespiratori (William, 2008).

C.      Menifestasi Klinis
Secara klinis ditandai dengan adanya artritis, tofi, dan batu ginjal. Yang penting diketahui sendiri bahwa asam urat tidak menyebabkan apa-apa. Yang menimbulkan rasa sakit karena terbentuk dan mengendapnya kristal monosodium urat. Pengendapannya dipengaruhi oleh suhu dan tekanan. Oleh karena itu sering terbentuk tofi pada daerah telinga, siku, lutut, dan lain sebagainya.
Daerah khas yang sering mendapat serangan adalah pangkal ibu jari kaki sebelah dalam, disebut podagra. Bagian ini tampak membengkak, kemerahan, dan nyeri sekali bila disentuh. Rasa nyeri berlangsung beberapa hari sampai satu minggu , lalu menghilang. Sedangkan tofi itu sendiri tidak sakit. Tetapi dapat merusak tulang. Sendi lutut juga merupakan tempat predileksi kedua untuk serangan ini.
Tofi merupakan penimbuanan asam urat yang dikelilingi reaksi radang pada sinovia, tulang rawan, bursa, dan jaringan lunak. Serng timbul di tulang rawan sebagai benjolan keras. Tofi ini merupakan menifestasi lanjut dari gout yang timbul 5-10 tahun setelah serangan artritis pertama.
Pada ginjal akan timbul sebagai berikut:
1.      Mikrotofi, dapat terjadi di tubuli ginjal dan menimbulkan nefrosis
2.      Nefrolitiasis karena endapan asam urat
3.      Piolenefritis kronis
4.      Tanda-tanda aterosklerosis dan hipertensi. (Mansjoer.,dkk. 1999: 543)
Selain dan dari menifastasi di atas, adapun tanda-tandanya pada gout (asam urat) adalah sebagai berikut:
1.      Timbulnya excruciating pain, bengkak, dan inflamasi. Serangan diawali pada jari-jari kaki, akle, bagian belakang kaki yang terbantuk bulat (heel), lutut, dan siku (elbow).
2.      Serangan dimulai pada malam hari dan mungkin menyebabkan pasien terbangun dari tidurnya.
3.      Kemerah-merahan pada sendi, panas, dan bengkak, jika tidak diterapi akan sembuh atau berakhir kira-kira 3-14`hari.
4.      Serangan akut gout dapat terjadi walaupun tanpa adanya propokasi sebelumnya atau dapat dipicukarena stress, trauma, minuman alkohol, operasi, dan minum obat yang dapat meningkatkan kadar asam urat dalam darah. (Mansjoer., dkk. 1999: 543).
5.       Nyeri pada satu atau beberapa sendi di malam hari, yang makin lama makin memburuk
6.      Pada sendi yang bengkak , kulit kemerahan hingga berwarna keunguan, kencang, licin, dan hangat.
7.      Demam, menggigil, tidak enak badan, pada beberapa penderita, terjadi peningkatan denyut jantung.
8.      Bila benjolan kristal di sendi pecah, akan keluar massa seperti kapur.
9.      Kadar asam urat dalam darah tinggi (hiperurisemia).
Pada penderita berumur kurang dari 30 tahun, keparahan mudah terjadi, 20% penderita gout dapat mengalmi adanya batuginjal. (Puspitasari. 2008: 37).
Berikut gambar-gambar terkait Gout:
I.          Cairan Kristal MSU yang menyebabkan erosi tulang
  
Gambar diatas adalah keadaan dimana tingginya kadar cairan ekstra seluler yang membentuk Kristal monosodium urat pada sendi ataupun di jaringan lunak.




II.    Bagian-bagian tubuh yang biasa terserang gout jika sudah kronis biasa menimbulkan TOPHI (Benjolan).

D.      Diagnosis
1.      Terdapat kristal monosodium urat di dalam cairan sendi, atau
2.      Didapatkan kristal monosodium urat di dlam tofus, atau
3.      Didapatkan 6 dari kriteri berikut:
a.       Inflamasi maksimal pada hari pertama
b.      Serangan artritis akutlebih dari satu kali pertahun
c.       Artritis monoartikular
d.      Sendi yang terkena berwarna kemerahan
e.       Sendi yang terkena mengalami inflamasi
f.       Serangan pada sendi metatarsal
g.      Adanya tofus (benjolan pada sendi)
h.      Hiperurisemia (tingginya kadar monosodium urat dalam darah)
i.        Kultur bakteri sendi negatif
j.        Leukositosis, dan laju endap darah &LED) meningkat.  (Priyanto. 2008: 111).

E.       Stadium ada Gout
1.      Hiperurisemia tanpa atau hanya atau hanya menimbulkan rasa tidak nyaman atau rasa tidak segar
2.      Artritis akut (serangan akut), serangan akut dapat timbul tanpa suatu presipitasi apapun, tetapi dapat juga karena trauma lokal, pembedahan, stess, dan komsumsi obat-obat tertentu.
3.      Fase interkritis (artritis rekuren), terjadi artritis rekuren jika jarak satu serangan dengan serangan yang lain makin pendek.
4.      Artritis kronis (Gout kronis), disebabkan oleh kelainan sendi yang menetap karena terjadi kerusakan atau osteoartrosis sekunder.
5.      Nephrolitiasis disebabkan hiperurisemia yang sudah berlangsung lama atau faktor tertentu sehingga terbentuk batu ginjal. Selain terapi dengn alopurinol, pembasaan urin dengan Na-bikarbonat atau potassium sitrat diperlukan. (Priyanto. 2008:112).

F.     Tujuan Pengobatan
Adapun tujuan pengobatan suatu penyakit khususnya gout sebelum obat ditetapkan, harus ada tujuan dalam pengobatan diantaranya:
1.         Menghentikan serangan akut
2.         Mencegah kambuh
3.         Mencegah komplikasi karena adanya kristal asam urat di jaringan
4.         Mengeluarkan kristal monosodium urat melalui ginjal atau fases
5.         Menhambat kerja enzim yang dapat merubah xantin menjadi asam urat. (Priyanto. 2008:112)

G.      Pengobatan (Terapi)
1.         Non-Farmakologi (tindakan Umum)
Penelitian lain menyebutkan bahwa serum asam urat dapat diturunkan dengan melakukan olah raga rutin dan teratur, namun jika olah raga tersebut hanya dilakukan secara intermiten justru akan meningkatkan kadar serum asam urat (Francis & Hamrick, 1984).
Untuk mencegah kekakuan dan nyeri sendi, dapat dilakukan latihan fisik ringan berupa latihan isometrik, latihan gerak sendi dan latihan fleksibiltas yang keseluruhan itu tercakup dalam stabilisasi sendi yang menurut Tulaar dalam jurnalnya yang berjudul “Nyeri Punggung dan Leher” menyebutkan bahwa stabilisasi sendi merupakan program rehabilitasi yang dirancang untuk membatasi nyeri, memaksimalkan fungsi, dan mencegah cedera lebih lanjut (Tulaar, 2008).
Stabilisasi termasuk fleksibilitas sendi, re-edukasi postur dan penguatan. Program tersebut menekankan partisipasi aktif pasien. Mengembalikan ROM normal dan postur yang baik diperlukan untuk menghindari mikrotrauma berulang pada struktur sendi dan tulang akibat pola gerak yang buruk. ROM penuh dibutuhkan untuk melatih sendi dalam stabilisasi selama bermacam aktivitas. ROM bebas nyeri ditentukan dengan meletakkan sendi pada posisi yang mengurangi gejala. Awalnya, stabilisasi dimulai dengan menentukan ROM bebas nyeri kemudian diaplikasikan di luar ROM sewaktu kondisi pasien membaik. Pembatasan apapun pada jaringan lunak atau sendi harus diterapi untuk membantu mencapai ROM sendi yang normal. Hal tersebut dicapai melalui latihan ROM pasif, mobilisasi sendi, teknik mobilisasi jaringan lunak, peregangan-sendiri, dan mengatur postur yang benar (Tulaar, 2008).
Terapi lokal untuk mengurangi nyeri yang diberikan pada pasien ini berupa terapi crynothermi dan dyatermi yang diaplikasikan sesuai fase. Dalam jurnal “The diagnosis and treatment of muscle pain syndrome”, Thompson mengatakan bahwa terapi lokal crynotermi, seperti spray & stretch menggunakan vapocoolant spray ataupun kompres dingin dengan es. Suhu dingin dipermukaan kulit menimbulkan relaksasi otot yang memudahkan peregangan cukup sangat baik di aplikasikan pada fase akut. Terapi lain adalah suntikan ke daerah dengan nyeri terhebat atau pada titik picu. Dapat juga dengan suntikan kering disebut dry needling (Thompson, 1996).
Pada pasien ini anjuran untuk mengkompres dingin dimaksudkan untuk mengurangi nyeri pada fase akutnya agar tidak bergantung pada terapi farmakologis. Terapi dyatermi dengan menempelkan kantung hangat pada sendi ditujukan untuk nyeri yang sudah berlangsung lama pada pasien ini. Lehman mengatakan bahwa panas superfisial dapat memberi relaksasi dan mengurangi nyeri. Pemanasan dalam (deep heating) seperti ultrasonografi sebaiknya dihindari pada fase akut karena dapat menambah radang saraf yang bengkak sehingga menambah nyeri (Lehman & de Lateur, 1982).
Pada pasien ini, tidak hanya dilakukan penyelesaian masalah secara klinis, namun masalah perilaku makan tinggi purin diselesaikan dengan metode berbasis kedokteran keluarga. anggota keluarga diajak berpartisipasi aktif untuk membantu menyelesaikan masalah, dalam hal ini istri pasien ditunjuk sebagai pelaku rawat agar dapat mendukung program diet rendah purin yang sudah direncanakan. Istri dapat membantu untuk menyediakan menu makanan yang rendah purin bagi keluarga. Dalam penelitian yang dilakukan oleh William yang berjudul ”Effects of diet, physical activity and performance, and body weight on incident gout in ostensibly healthy, vigorously active men”, mengatakan bahwa pengurangan konsumsi dari daging serta makanan laut dan makalan lain yang mengandung purin yang tinggi dapat menurunkan kadar asam urat dalam darah yang berate dapat menurunkan kejadian serangan akut pada artritis gout (William, 2008).
Simpulan, berbagai makanan yang mengandung tinggi purin serta tinggi protein menjadi faktor risiko utama terjadinya gout. Hal ini berkaitan dengan perilaku makan tinggi purin pada kasus ini, diperberat oleh aktifitas mekaniknya dan menu makanan yang tidak terkontrol di tempat kerja. Terapi dengan intervensi perilaku makan yang dibantu oleh keluarga (istri sebagai care giver) dan manajemen nyeri yang tidak bergantung pada aspek farmakologis mampu menyelesaikan masalah kesehatan dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Dengan pelayanan dokter keluarga yang holistik komprehensif, berkesinambungan, integratif, dan koordinatif, penyelesaian masalah medis dan masalah perilaku makan tinggi purin pada pasien pun dapat diselesaikan.
Dalam buku “farmakoterapi dan Farmakologi medis” priyanto menguraikan secara singkat mengenai terapi non-farmakologi untuk gout, antara lain:
a.       Mengurangi makanan yang memiliki kandungan purin yang tinggi
b.      Menghindari komsumsi alkohol
c.       Mengurangi stress
d.      Mengurangi berat badan sehingga berat badan normal atau bahkan lebih rendah 10-15% dari berat badan normal
e.       Minum dalam jumlah yang cukup
f.       Mengurangi komsumsi lemak menjadi sekitar 15% dan total energi yang pada orang yang sehat sekitar 25%. Jika komsumsi lemak tidak dikurangi, pembakaran lemak menjadi energi akan menghasikan keton yang akan menghambat eksresi asam urat.
 Jadi, tindakan umum yang dijadikan sebagai preverensi kambuhnya serangan encok dapat diikuti suatu aturan hidup tertentu, bila terdapat overweight, perlu menjalani diet menguruskan tubuh, banyak minum minimal (2 kali sehari), membatasi asupan alkohol, menghindari stress fisik dan mental serta diet purin. Penggunaan diuretika tiazida dihindari dan diganti dengan obat hipertensi yang lainnya. (Tjay dan rahardja. 2007: 341).

2.         Farmakologi (Penanganan dengan Menggunakan Obat)
Pengobatan ditujukan pada pengurangan serangan akut pirai dan mencegah kambuhnya episode pirai dan baru urat. Kristal-kristal urat pada mulanya difagosit oleh sinoviosit, yang kemudian merilis prostaglandin, enzim lisosomal, dan leukotrin-1. Tertarik oleh mediator-mediator kemotaksis ini, leukosit polimorfonuklear bermigrasi ke ruang sendi dan memperkuat proses inflamasi yang berlangsungpada fase-fase lanjut dari serangan, terlihat peningkatan dari jumlah fagosit-fagosit mononuklear (makrofag), mencerna kristal-kristal urat, dan merilis lebih banyak mediator-mediator inflamasi. Urutan kejadian ini menyatakan bahwa agen-agen yang paling efektif untuk menangani inflamasi akut yang disebabkan oleh kristal urat adalah agen-agen yang menekan fase-fase yang berbeda dari aktivasi leukosit. (Katzung. 2002: 487).
Natrium urat berkristal dalam sendi, mendorong reaksi peradangan yang disebut gout dengan tofus (tophaceous). Obat aspirin dapat menghilangkn gejala gout, tetapi lebih sering diarahkan untuk menurunkan kadar asam urat. Asam urat adalah hasil metabolisme purin. Strategi untuk menurunkan kadar asam urat meliputi penghambatan xantin oksidase, enzim yang bertanggung jawab untk sintesis asam urat , dan mencegah reabsorbsi asam urat dari urin. (Olson. 2004: 170-172).
Penanganan gout biasanya dibagi menjadi penanganan serangan akut dan penanganan hiperurisemia pada pasien artritis kronik. Ada 3 tahapan dalam terapi penyakit ini:
a.       Mengatasi serangan akut
b.      Mengurangi kadar asam urat untuk mencegah penimbunan kristal urat pada jaringan, terutama persendian
c.       Terapi pencegahan menggunakan terapi hipourisemik
Edukasi pasien dan pemahaman mengenai dasar terapi diperlukan untuk menjamin keberhasilan terapi gout. Menghindari faktor faktor yang dapat memicu serangan juga merupakan bagian yang penting dari strategi penatalaksanaan gout.
Ada dua kelompok  obat penyakit pirai, yaitu obat yang menghentikan proses inflamasi akut misalnya kolkisin, fenilbutason, oksifentabutazon, dan indometasin, dan obat yang mempengaruhi kadar asam urat misalnya probenesid, allopurinol, dan sulfinpirazon. Untuk keadaan akut digunakan obat AINS. (Mardjono. 2007: 242).

a.      Terapi serangan akut.
 Serangan encok dapat dilawan secara efektif dengan kolkisin. Efek yang berhasil dari obat encok tertua ini memberikan kepastian mengenai tepatnya diagnosa. Zat ini memiliki sifat kumulasi, sehingga hal ini perlu diperhatikan. Semua NSAID dalam dosis tinggi mempunyai keampuhan yang sama, tetapi kerjanya lebih cepat dan kurang toksis daripada kolkisin yang sering kali digunakan adalah diklofenak, naproksen, piroxicam, dan indometasin. Obat-obat ini paling manjur jika diminum sedini mungkin . bila zat-zat ini menghasilkan efek, biasanya diberikan kortikosteroida sampai gejalanya mereda. (Tjay dan rahardja. 2007: 341).
Penggunaan NSAID, inhibitor cyclooxigenase2 (COX2),  kolkisin dan kortikosteroid untuk serangan akut dibicarakan berikut  ini:

1)      NSAID
NSAID merupakan terapi lini pertama yang efektif untuk pasien yang mengalami serangan gout akut. Hal terpenting yang menentukan keberhasilan terapi bukanlah pada NSAID yang dipilih melainkan pada seberapa cepat terapi NSAID mulai diberikan. NSAID harus diberikan dengan dosis sepenuhnya (full dose) pada 2448 jam pertama atau sampai rasa nyeri hilang. Dosis yang lebih rendah harus diberikan sampai semua gejala reda. NSAID biasanya memerlukan waktu 2448 jam untuk bekerja, walaupun untuk menghilangkan secara sempurna semua gejala gout biasanya diperlukan 5 hari terapi. Pasien gout sebaiknya selalu membawa persediaan NSAID untuk mengatasi serangan akut. Indometasin banyak diresepkan untuk serangan akut artritis gout, dengan dosis awal 75100 mg/hari. Dosis ini kemudian diturunkan setelah 5 hari bersamaan dengan meredanya gejala serangan akut. Efek samping indometasin antara lain pusing dan gangguan saluran cerna, efek ini akan sembuh pada saat dosis obat diturunkan. Azapropazon adalah obat lain yang juga baik untuk mengatasi serangan akut. NSAID ini menurunkan kadar urat serum, mekanisme pastinya belum diketahui dengan jelas. Komite Keamana Obat (CSM) membatasi penggunaan azapropazon untuk gout akut saja jika NSAID sudah dicoba tapi tidak berhasil. Penggunaannya dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat ulkus peptik, pada ganggunan fungsi ginjal menengah sampai berat dan pada pasien lanjut usia dengan gangguan fungsi ginjal ringan. NSAID lain yang umum digunakan untuk mengatasi episode gout akut adalah:
-             Naproxen – awal 750 mg, kemudian 250 mg 3 kali/hari
-             Piroxicam – awal 40 mg, kemudian 10 20 mg/hari
-            Diclofenac – awal 100 mg, kemudian 50 mg 3 kali/hari selama 48 jam, kemudian 50 mg dua kali/hari selama 8 hari.
NSAID (Non-Steroid Anti Inflamasi Drugs) dipakai untuk mengatasi nyeri dan radang sejumlah besar penyakit seperti artrithis, artritis reumatoid, spondilitis, dan osteoartritis. (Tambayong, 2002: 96).
Obat antiradang nonsteoid (encok). Obat penangkal radang jenis nonsteroid ini mencakup suatu golongan besar obat-obatan yang gunanya mengobati encok (artritis). Obat-obatan ini dikenal dengan sebutan obat AINS (NSAID)- diucapakan ensed yang merupakan singkatan dari non-steroidal anti-inflamatory gruds.
Obat ini biasa mujarab untuk nyeri haid, atau encok jenis gout  (raang sendi kaki. Obat ini digunakan dalam hal kekacauan jaringan ikat seperti SLE  (temic lupus erythematosus). (Ragg. 2002: 72-73).
Sebagai antiinflamasi, obat AINS ini lebih poten daripada aspirin, tetapi lebih inferior terhadap salisilat pada dosis toleransi penderita artritis reumatoid. Pada keadaan tertentu, bagaimanapun (misalnya artritis gout akut, spondilitis ankilosa, dan osteoartritis pinggang), indometasin, lebih efektif menanggulangi peradangan daripada aspirin atau AINS lainnya. (M3ycek. 2001: 412).

2)      COX-2 inhibitor
Etoricoxib merupakan satusatunya COX2 inhibitor yang dilisensikan untuk mengatasiserangan akut gout. Obat ini efektif tapi cukup mahal, dan bermanfaat terutama untuk pasien yang tidak tahan terhadap efek gastrointestinal NSAID nonselektif. COX2 inhibitor mempunyai resiko efek samping gastrointestinal bagian atas yang lebih rendah disbanding NSAID nonselektif. Banyak laporan mengenai keamanan kardiovaskular obat golongan ini, terutama setelah penarikan rofecoxib dari peredaran. Review dari Eropa dan CSM mengenai keamanan COX2 inhibitor mengkonfirmasi bahwa obat golongan ini memang meningkatkan resiko thrombosis (misalnya infark miokard dan stroke) lebih tinggi dibanding NSAID nonselektif dan plasebo. CSM menganjurkan untuk tidak meresepkan COX2 inhibitor untuk pasien dengan penyakit iskemik, serebrovaskuler atau gagal jantung menengah dan berat. Untuk semua pasien, resiko gastrointestinal dan kardiovaskuler harus dipertimbangkan sebelum meresepkan golongan obat COX2 inhibitor ini. CSM juga menyatakan bahwa ada keterkaitan antara etoricoxib dengan efek pada tekanan darah yang lebih sering terjadi dan lebih parah dibanding COX2 inhibitor lain dan NSAID nonselektif, terutama pada dosis tinggi. Oleh karena itu, etoricoxib sebaiknya tidak diberikan pada pasien yang hipertensinya belum terkontrol dan jika pasien yang mendapat etoricoxib maka tekanan darah harus terus dimonitor. (Johnstone A. Gout. 2005: 391).

3)      Colchicine
Colchicine merupakan terapi spesifik dan efektif untuk serangan gout akut. Namun, dibanding NSAID kurang populer karena mula kerjanya (onset) lebih lambat dan efek samping lebih sering dijumpai.
-          Oral
Colchicine oral tadinya merupakan terapi lini pertama untuk gout akut, Satu studi double blind placebocontrolled menunjukkan bah duapertiga pasien yang diterapi dengan colchicine membaik kondisinya dalam 48 jadi dibanding sepertiga pada kelompok plasebo. Agar efektif, kolkisin oral harus diberikan sesegera mungkin pada saat gejala timbul karena pada perkembangan gejala berikutnya colchicine kurang efektif. Biasanya, dosis awal 1 mg yang kemudian diikuti dengan 0.5 mg setiap 23 jam selama serangan akut sampai nyeri sendi mereda, pasien mengalami efek samping gastrointestinal atau jika dosis maksimum 6 mg telah diberikan. Untuk mentitrasi dosis Antara dosis terapetik dan sebelum gejala toksik pada gastrointestinal muncul sulit dilakukan karena dosis terapeutik sangat berdekatan dengan dosis toksik gastrointestinal. Kematian dilaporkan terjadi pada pasien yang menerima 5 mg colchicine. Beberapa pengarang barubaru ini menganjurkan untuk menggunakan dosis lebih rendah 0,5 mg tiap 8 jam untuk mengurangi resiko toksik tersebut, terutama untuk pasien lanjut usia dan pasien dengan gangguan ginjal. Untuk menghindari efek toksik, pemberian colchicine tidak boleh diulang dalam 3 hari jika sebelumnya telah digunakan.
-       Intravena
Colchicine intravena tidak lagi dilisensikan karena sangat toksik. Tapi laporan terakhir menyatakan bahwa toksisitas disebabkan karena penggunaan yang tidak tepat dan biasanya karena kesalahan dosis. (Johnstone A. Gout. 2005: 392).
Pemberian kolkisin harus dihentikan dalam tujuh hari untuk menghindari efek toksik pada sumsung tulang belakang. (Priyanto. 2008: 114).

4)      Indometasin
Obat ini sama efektifnya dengan kolkisin, tetapi insiden efek samping pada GI lebih kecil. Dosis awal relait tinggi pada 24-48 jam kemudian dosis dikurangi secara bertahap. ES: sakit kepala, dizziness, dan iritasi lambung. (Priyanto. 2008: 113)

5)      Glukokortikoid
Diberikan sebagai cadangan, terutama oada pasien yang kontraindikasi dengan NSAID dan kolkisin. Dosis prednison 30-60 mg sehari, dan jika pengobatan ingin dihentikan harus secara gradual dengan pengurangan dosis 5 mg/hari. Triamsolon hexacetonid 20-40 mg diberikan secara injeksi pada intraartikuler. (Priyanto. 2008: 114).

6)        Steroid
Strategi alternatif selain NSAID dan kolkisin adalah pemberian steroid intraartikular. Cara ini dapat meredakan serangan dengan cepat ketika hanya 1 atau 2 sendi yang terkena. Namun, harus dipertimbangkan dengan cermat diferensial diagnosis antara arthritis sepsis dan gout akut karena pemberian steroid intra artikular akan memperburuk infeksi. Pasien dengan respon suboptimal terhadap NSAID mungkin akan mendapat manfaat dengan pemberian steroid intraartikular. Steroid sistemik juga dapat digunakan untuk gout akut. Pada beberapa pasien, misalnya yang mengalami serangan yang berat atau poliartikular atau pasien dengan penyakit ginjal atau gagal jantung yang tidak dapat menggunakan NSAID dan kolkisin, dapat diberi prednisolon awal 2040 mg/hari. Obat ini memerlukan 12 jam untuk dapat bekerja dan durasi terapi yang dianjurkan adalah 13 minggu. Alternatif lain, metilprednisolon intravena 50150 mg/hari atau triamsinolon intramuskular 40100 mg/hari dan diturunkan (tapering) dalam 5 hari.

b.      Tarapi Preverensi (serangan gout kronik).
Kontrol jangka panjang hiperurisemia merupakan faktor penting untuk mencegah terjadinya serangan akut gout, gout tophaceous kronik, keterlibatan ginjal dan pembentukan batu asam urat. Kapan mulai diberikan obat penurun kadar asam urat masih kontroversi. Serangan awal gout biasanya jarang dan sembuh dengan sendirinya, terapi jangka panjang seringkali tidak diindikasikan. Beberapa menganjurkan terapi mulai diberikan hanya jika pasien mengalami lebih dari 4 kali serangan dalam setahun, sedangkan ahli lainnya menganjurkan untuk memulai terapi pada pasien yang mengalami serangan sekali dalam setahun. Pendapat para ahli mendukung pemberian terapi hipourisemik jangka panjang pada pasien yang mengalami serangan gout lebih dari dua kali dalam setahun. Para ahli juga menyarankan obat penurun asam urat sebaiknya tidak diberikan selama serangan akut. Pemberian obat jangka panjang juga tidak dianjurkan untuk hiperurisemia asimptomatis, atau untuk melindungi fungsi ginjal atau resiko kardiovaskular pada pasien asimptomatis.
Pada pasien yang mendarita 3 serangan atau lebih dalam satu tahun dapat dijalani tarapi interval segera setela serangan terakhir lewat. Maksudnya ialah untuk mengurangi frekuensi dan hebatnya serangan berikutnya serta mencegah kerusakan jangka panjang pada sendi dan ginjal. Terapi preverensi ini penting juga pada hiperurikemi asimtomatis dengan batu ginjal atau tofi bila kadar urat darah melebihi 0,55 mmol/l. Obat-obat untuk terapi preverensi berupa alopurinol, urikorusika, obat-obat alternatif vitamin C, Ca-pantotenat dan EPA. (Tjay dan rahardja. 2007: 341-342).
Agent yang digunakan untuk pengobatan jangka panjang adalah alopurinol, probenesid, sulfinpirason, salisilat, kolkisin. Pengbatan jangka panjang bertujuan untuk mengurangi asam urat dalam tubuh dengan meningkatkan ekskresinya melalui ginjal dengan obhat urikorusik tau menurunkan sintesis dalam jarngan dengan memakai alopurinol. (zyloprim, zyloric). (Tambayong. 2002: 101).
Obat-obat yang digunakan untuk terapi Gout kronik:
1)      Allopurinol (Xantin Oksidase Inhibitor)
Obat hipourisemik pilihan untuk gout kronik adalah allopurinol. Selain mengontrol gejala, obat ini juga melindungi fungsi ginjal. Allopurinol menurunkan produksi asam urat dengan cara menghambat enzim xantin oksidase. Allopurinol tidak aktif tetapi 6070% obat ini mengalami konversi di hati menjadi metabolit aktif oksipurinol. Waktu paruh allopurinol berkisar antara 2 jam dan oksipurinol 1230 jam pada pasien dengan fungsi ginjal normal. Oksipurinol diekskresikan melalui ginjal bersama dengan allopurinol dan ribosida allopurinol, metabolit utama ke dua.
-       Dosis
Pada pasien dengan fungsi ginjal normal dosis awal allopurinol tidak boleh melebihi 300 mg/24 jam. Pada praktisnya, kebanyakan pasien mulai dengan dosis 100 mg/hari dan dosis dititrasi sesuai kebutuhan. Dosis pemeliharaan umumnya 100=600 mg/hari dan dosis 300 mg/hari menurunkan urat serum menjadi normal pada 85% pasien. Respon terhadap allopurinol dapat dilihat sebagai penurunan kadar urat dalam serum pada 2 hari setelah terapi dimulai dan maksimum setelah 710 hari. Kadar urat dalam serum harus dicek setelah 23 minggu penggunaan allopurinol untuk meyakinkan turunnya kadar urat. Allopurinol dapat memperpanjang durasi serangan akut atau mengakibatkan serangan lain sehingga allopurinol hanya diberikan jika serangan akut telah mereda terlebih dahulu. Resiko induksi serangan akut dapat dikurangi dengan pemberian bersama NSAID atau kolkisin (1,5 mg/hari) untuk 3 bulan pertama sebagai terapi kronik.
-       Efek samping
Efek samping dijumpai pada 35% pasien sebagai reaksi alergi/hipersensitivitas. Sindrom toksisitas allopurinol termasuk ruam, demam, perburukan insufisiensi ginjal, vaskulitis dan kematian.
-       Sitotoksisitas
Allopurinol meningkatkan toksisitas beberapa obat sitotoksik yang dimetabolisme xantin oksidase. Dosis obat sitotoksis (misalnya azatioprin) harus diturunkan jika digunakan bersama dengan allopurinol. Allopurinol juga meningkatkan toksisitas siklofosfamid terhadap sumsum tulang. Obat urikosurik Kebanyakan pasien dengan hiperurisemia yang sedikit mengekskresikan asam urat dapat diterapi dengan obat urikosurik. Urikoirik seperti probenesid (500 mg1g 2kali/hari) dan sulfinpirazon (100 mg 34 kali/hari) merupakan alternative allopurinol, terutama untuk pasien yang tidak tahan terhadapa allopurinol. Urikosurik harus dihindari pada pasien dengan nefropati urat dan yang memproduksi asam urat berlebihan. Obat ini tidak efektif pada pasien dengan fungsi ginjal yang buruk (klirens kreatinin <2030 mL/menit). Sekitar 5% pasien yang menggunakan probenesid jangka lama mengalami munal, nyeri ulu hati, kembung atau konstipasi. Ruam pruritis ringan, demam dan gangguan ginjal juga dapat terjadi Salah satu kekurangan obat ini adalah ketidakefektifannya yang disebabkan karena ketidakpatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat, penggunaan salisilat dosis rendah secara bersamaan atau insufisiensi ginjal.

2)      Urikosurika (Benzbromarone, probenesid, sulfipirason)
-       Benzbromarone
Benzbromarone adalah obat urikosurik yang digunakan dengan dosis 100 mg/hari untuk pasien dengan penurunan fungsi ginjal moderat yang tidak dapat menggunakan urikourik lain atau allopurinol karena hipersensitif. Penggunaannya harus dimonitor ketat karena diakitkan dengan kejadian hepatotoksik berat. (johnstone A. Gout. 2005: 393)
-       Probenesid
Probenesid dan sulfipirason bekerja meningkatkan kliren dengan menghambat reabsorbsi asam urat pada tubulus. Pemberian Na-bikarbonat penting untuk menjamin jumlah urin tetap normal. Dosis probenesid awal 250 mg 2 kali sehari selama 1-2 minggu, kemudian 500 mg  2 kali sehari selama 2 minggu. Kemudian dosis dapat ditingkatkan hingga 2 g/hari.
-       Sulfipirason
Pemberian sulfipirason 50 mg 2 kali sehari selama 3-4 hari, kemudian 100 mg 2 kali sehari, dosis dapat ditingkatkan 100 mg/ minggu hingga mencapai 800 mg/hari. Efek samping obat ini adalah iritasi GI, rash, hipersensitif, dan pembentukan batu ginjal.

3)      Febuxostat
Obat ini sedang dalam tahap pengembangan clinical trial fase III. Studi awal menunjukkan bahwa febuxostat ditoleransi baik oleh pasien gout samapi 4 minggu. Febuxostat adalah nonpurin xantin oxidase inhibitor yang dikembangakn untuk mengatasi hiperurisemia pada gout. Gout yang diinduksi oleh obat Hiperurisemia dapat disebabkan karena penggunaan diuretic, terutama tiazid. Jika tiazid harus digunakan atau tidak dapat diganti obat lain, maka allopurinol sebaiknya diberikan untuk menurunkan kadar urat. Obat lain yang juga menurunkan ekskresi urat melalui ginjal adalah aspirin dosis rendah dan alkohol. Demikian juga siklosporin, terutama pada lakilaki. Gout akut sering diasosiakan dengan omeprazol. Etambutol, pirazinamid, niasin dan didanosin juga mengganggu ekskresi asam urat melalui ginjal. Radioterapi dan kemoterapi juga dapat menyebabkan hiperurisemia. Untuk profilaktik, dalam hal ini dapat diberikan allopurionol sejak 3 hari sebelum memulai terapi. ((johnstone A. Gout. 2005: 393-394).

H.      Interaksi Obat
Obat-obat yang digunakan disini mengurangi bengkak, radang, nyeri akibat penyakit arthritis. Dua kelompok obat yang dipakai adalah kortikosteroida dan non-kortikosteroida (juga disebut antiflogistika non-steroida).
a.         Kortikosteroida
Nama paten:
-       Aristocort (triamsonolon)            - Delta-Cortef (Prednisolon)
-       Colestone (betametason)             - Deltasone (prednison)
-       Cortef (hidrokortison)                 - Hidrokortison (berbagai pabrik)       
-       Decadron (deksametason)          - Kenacort (triamsinolon)
-       Medrol (Metilprednisolon)          - Orasone (prednison)
-       Meticorten (prednison)               - Prednison (berbagai pabrik)
b.         Non-Kortikosteroida
-       Aspirin (anacin, ascriptin, aspergum, bayer, bufferin, CAMA, Ecotrin, Empirin, measurin, momentum, pabirin, persistin, st. Joseph aspirin, dll).
-       Anaprox (naproksen)                  - naflon (Fenoprofen)
-       Butazolidin (Fenilbutazon)         - Naprosyn (naproksen)
-       Clinoril (Sulindak)                      - Pontel (asam mefenamat)
-       Feldene (piroksikam)                  - Rufen (ibuprofen)
-       Indocin (Indometacin)                - Tandearil (Oksifenbutason)
-       Meclomen (Meclofenamat)         - tolectin (tolmetin)
-       Motrin (Ibuprofen)                      - zomax (zomepirak)

Interaksi Kelompok Kortikosteroid
-        Kortikosteroida - Asetazolamida (Diamox)
Kombinasi ini dapat mnyababkan tubuh kehilangan terlalu banyak kalium dan menahan terlalu banyak natrium. Gejala kekurangan kalium: lemah otot, mengelurkan urin terlalu banyak, tekanan darah rendah, dll. Gejala kelebihan natrium: udem, haus, mengeluarkan urin sedikit, hipertensi, dll.
-        Kortikosteroida - Antasida (yang mengandung Magnesium)
Kombinasi ini menyebabkan tubuh terlalu banyak kalium dan menahan terlalu banyak natrium.
Nama paten antasida: alkets, aludroks, BiSoDol, Cemalox, Kodrol, dll.
-        Kortikosteroida – Antikoagulan
Kombinasi ini menyebabkan efek antikoagulan berkurang, kombinasi ini secara paradox dapat menyebabkan pendarahan hebat.
Nama paten antikoagulan:
Anthrombin- K (warfarin), Coufarin (Warfarin), Hedulin (Fenindion), Liquamar (fenindion), Miradon (Anisindion), dll.
-        Kortikosteroida – Aspirin
(Anacin, Ascriptin, Aspergum, Bayer, dll.)
Kombinasi ini dapat mengakibatkan efek aspirin berkurang
-        Kortikosteroida – Barbiturat
(Fenobarbital, Alurate, Amytal, Butisol, Buticap, Carbrital, Seconal, dll).
Kombinasi ini mengakibatkan efek kortikosiroid menjadi berkurang.
-        Kortikosterid – Obat Diabetes
Kombinasinya dapat mengakibatkan efek obat diabetes dapat berkurang.
Nama paten obat diabetes (nama generik dalam kurung):
Diabinese (Klorpropamid)             Tolinase (Tolasamida)
Dymelor (Asetoheksamida)          Insulin (Suntikan)
Orinase (Tolbutamida)
-        Kortikosteroida – Pil KB
(Brevicon, Demulen, Enovid, Leostrin, Lo- Ovral, dll.)
Mengakibatkan efek kortikosteroida meningkat (ES: toksik jika kadar terlalu tinggi).
-        Kortikosteroid – Digitalis
Mengakibatkan efek digitalis meningkat. Digitalis dapat digunakan untuk mengobati layu jangtung dan untuk mengembalikan denyut jantung yang tidak teratur menjadi normal. Akibatnya denyut menjadi tidak normal karena terlalu banyak digitalis.
Nama paten digitalis (nama generk dalam kurung)
Laoxin (Digoksin)                       Crystidigin (Digitoksin)
Purodigin (Digitoksin)                Digifortis (digitalis)
-        Kortikosteroid - Diuretika
Kombinasi ini mengakibatkan tubuh terlalu banya kehilangan kalium dan banyak menahan natrium. Obat yang berinteraksi seperti ini disebut diuretika ‘penghilang kalium’ dan beberapa nama patennya adalah:
Anydron (Siklotiazida)               Hidromox (Kuinetazon)
Aquatag (Benztiazida)                Lasix (Furosemida)
Diulo (Metolazon)                      Renese (Politiazida), dll
-        Kortikosteroid – Estrogen
(Emen, Aygestin, DES, Estinyl, Estrace, Estratab, Evex, dll.)
Kombinasi keduanya dapat meningkatkan efek dari kortikosteroida.
-          Kortikosteroida – Indometasin (Indocin)
Efek merugikan dari masing-masing keduaya dapat meningkat jika dikombinasikan.
-        Kortikosteroida – Pencahar
Kombinasi ini dapat menyebabkan tubuh terlalu banyak kehilangan kalium dan menahan terlalu banyak natrium.
-        Kortikosteroida – Levodopa (Dopar, Loradopa, Sinemet)
Kombinasi ini dapat menyebabkan tubuh terlalu banyak kehilangan kalium dan menahan terlalu banyak natrium.
-        Kortikosteroida – Fenitoin
Efek kortiosteroid dapat berkurang. Akibatnya kondisi artritis tidak terawasi. Fenitoin digunakan untuk mengendalikan kejang pada kelainan seperti ayan. Dua oabt sejenis Fenitoin adalah Mesantoin (Mefenitoin) dan peganone (Etotoin).
-        Kortikosteroid – Primidon (Mysoline)
Efek Kortikosteroida dapat berkurang. Dimana primidon digunakan un tuk mengendalikan kejang pada kelainan seperti ayan.

-        Kortik osteroida – Rifampisin (Rifadin, Rimactane)
Efek kortikosteroid dapat berkurang. Dimana rifampisin digunakan untuk pengobatan tuberculosis dan diberikan pada pasien yang diduga mengidap meningitis.
-        Kortikosteroid – Vaksin Cacar
Kombinasi ini dapat mengakibatkan kepekaan terhadap infeksi karena sistem kekebalan tubuh menjadi tertekan. Sediaan kortikosteroid topikal yang dijual bebas (krim, slaep, semprot) adalah caladryl hidrocortisone, caldecort, dan lain-lain.

Interaksi kelompok Non-Kortikosteroid
-        Obat Non-Kortikosteroid – Obat jantung pemblok beta
Efek pemblok Beta dapat berkurang. Pemblok beta dapat digunakan untuk mengobati nagina, aritmia jantung, dna tekanan darah tinggi.
Nama paten pemblok Beta:
Blocadren (Timolol)                    Lopressor (Metoprolol)
Corgard (nadolol)                       Tenormin (atenolol)
Inderal (Propranolol)                  Viksen (Pindolol)
-        Obat Non-Kortikosteroid – Diuretika
Efek diuretika dapat berkurang. Diuretika menghilangkan udem dan digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggidan layu jantung.
Nama paten diuretika (nama generik dalam kurung):
Aldactazine (Hidroklorotiazida/spironolakton)
Anydron (Siklotiazida)
Awatag (Benztiazida)
-        Obat Non-Kortikosteroid – Litium
(Eskalith, Lithane, Lithobid, Lithonate, Lithotab)
Efek litium dapat meningkat. Litium adalah obat antipsikotika yang digunakan untuk mengobati kelainan manik-depresif.


Interaksi Masing-masing Obat Non-Kortikosteroid
-        Aspirin  -  Antasida
Efek aspirin dapat berkurang. Nama paten Antasida: Delcid, Di-Gel, maalox, Mylanta, Riopan, WinGel, AlternaGel.
-        Aspirin – Sulfipirazon (anturane)
Kerja sulfipirazon dapat berkurang. Sulfipirazon dapat digunakan untuk mengobati pirai.
-          Aspirin – Antikoagulan
Kerja antikoagulan dapat meeningkat. Antikoagulan igunakan untuk mengencerkan darah dan mencegah pembekuan.
Nama paten antikoagulan:
Anthrombin – K (warfarin), Coufarin (Warfarin), Hedulin (Fenindion), dll.
-        Aspirin – Metotreksat
Kerja metotreksak dapat meningkat. Dimana metotreksat dapat digunakan untuk pangobatan kanker dan psoriasis.
-        Indometasin – Antikoagulan
Efek antikogulan dapat meningkat .
Nama paten antikogulan: Atrombin- K (Warfarin), coumadin (Warfarin), hedulin (Fenindion), dll.
-        Indometasin – kortikosteroid
Dapat menyebabkan tukak lambung dan pendarahan.
-        Indometasin – Fenilpropanolamin
Efek fenilpropanolamin dapat meningkat. Fenilpropanolamin adalah suatu pelega hidung, cenderung menaikkan tekanan darah. Obat ini sering ditulis sebagai PPA (Phenylpropanolamine)
-          Asam mefenamat – Antikoagulan
Efek antikoagulan dapat meningkat. Antikoagulan digunakan untuk mengencerkan darah. Akibatnya resiko pendarahan meningkat.
Nama paten antikoagulan:
Dikumarol (berbagai pabrik), Coumadin (warfarin), Miradon (Anisindion), dan lain-lain.

-        Fenilbutason (Asolid, Butazolidin) – Obat diabetes
Efek obat diabetes meningkat. Efek diabetes menurunkan kadar gula darah. Akibatnya kadar gula darah dapat turun terlalu rendah.
Nama paten obat diabetes:
Diabinese (Klorpromida), Dynelor (Asetoheksamida), Orinase (Tolbutamida), tolinase (lolazamida).
-          Fenilbutazon – Fenitoin
Efek fenitoin dapat meningkat. Fenitoin adalah antikonvulsan yang dapat mengontrol kejan pada ayan. (Harness. 1984: 17-30)
Beberapa interaksi obat yang sering digunakan untuk pengobatan atau terapi gout, adalah sebagai berikut:
1.      Colchicine, berinteraksi dengan sejumlah agen terapeutik termasuk antikoagulan, anti keganasan, siklosporin, NSAID, dan vitamin B12.
2.      Allopurinol, adalah analog purin. Sebagai isomer hipoksantin, mengurangi asam urat sintesis dengan kompetitif menghambat zanthine oksidase. Hal ini menyebabkan penurunan plasma kadar asam urat dan meningkatkan tingkat xanthine dan hipoksantin yang lebih larut  dalam plasma dan mudah diekskresikan. Ini mempotensiasi efek dari 6-merkaptopurin, azathioprine, dicumarol, dan warfarin.  Hal ini juga berinteraksi dengan inhibitor ACE, amoksisilin, ampisilin, klorpropamid, siklofosfamid, diuretik thiazide, dan dengan vitamin C jika diminum dalam dosis besar.
3.      Probenesid, Probenesid merupakan turunan sulfonamide. Interaksi obat Probenesid dapat meningkatkan efek dari beragam agen terapeutik, termasuk asiklovir, allopurinol, anti keganasan, AZT, thiopental, sulfonilurea, rifampin, sulfonamid, riboflavin, natrium aminosalicylate, sefalosporin, siprofloksasin, clofibrate, dapson, gansiklovir, imipenem, methotrexate, nitrofurantoin, norfloksasin,
4.      Sulfinpyrazone, merupakan turunan pyrazalone. Ini tersedia dalam 100 mg tablet dan Kapsul 200 mg. Hal ini diindikasikan untuk pengobatan arthritis gout kronis. Interaksi obat berinteraksi dengan beberapa terapi agen termasuk acetaminophen, salisilat, anti keganasan, sefamandol, cefoperazone, cefotetan, moxalactam, Plikamisin, asam valproik, diazoxide, mecamylamine, pirazinamid, hydantoin, niacin, nitrofurantoin, NSAID, antikoagulan oral, obat antiplatelet, obat oral antidiabetes, probenesid, theophilline, dan verapamil. (Mazoyani dan Raymon. 2004).

I.         Evaluasi Terapi
Evaluasi terapi pada penyakit gout, dapat dilihat dari:
1.      Berkurangnya gejala
2.      Hilang rasa sakit, eritema, dan inflamasi dalam 48 – 72 jam
3.      Tidak timbul efek toksik karena obat yang diberikan. (Priyanto. 2008: 116).
DAFTAR PUSTAKA
Hargness, Rachard. 1984. Interaksi Obat. Bandung: ITB.
Puspitasari, Ika. 2008. Cerdas Mengenali Penyakit dan Obat. Yoyakarta: UGM.
Nugroho, Agung Endro. 2011. Farmakologi “Obat-obat Penting Pembelajaran   Ilmu Farmasi dan Dunia kesehatan”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mycek, Mary J. dkk. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi II. Jakarta: Widya medika.
Ragg, Mark. 2002. Obat-obat yang Paling Sering Diresepkan. Jakarta: Arean.
Tambayong, jan. 2002. Farmakologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Wdya Medika.
Katzung, Betram G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika.
Olson, James. 2004. Belajar Mudah Farmakologi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-obat Penting. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Priyanto. 2008. Farmakoterapi dan Terminologi medis. Yogyakarta: Leskonfi.
M.J. Neal. 2005. At a Glance Farmakologi Medis edisi Lima. Jakarta: Erlangga.
Mardjono, Mahar. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Universitas Indonesia.
Mansjoer, Arief.,dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius UI.
Johnstone A. Gout . 2005. The Disease and NonDrug Treatment. Hospital Pharmacist 12:391394.)
H. Ralph Schumacher. 2012.  Rheumatology Communication. American College: Marketing Committee.
Price, P,AWilson, L,M. 1992. Gout, Pathofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Raka Putra, Tjokorda. 2009. Hiperurisemia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi ke-5 Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2550-2559
William, P.T. 2008. Effects Of Diet, Physical Activity And Performance, And Body Weight On Incident Gout In Ostensibly Healthy, Vigorously Active Men. AmJ Clin Nutr;87:1480–7.
Thompson JM. 1996. The Diagnosis and Treatment of Muscle PainSyndromes. In
Braddom RL. Physical Medicine & Rehabilitation. Philadelphia; W.B.Saunders Co,.p.893-914.
Tulaar, A.B.M., 2008. Nyeri punggung dan leher. MKI, Volum: 58, Nomor: 5, Mei 2008
Lehmann J, de Lateur BJ. 1982. Diathermy And Superficial Heat And Cold Therapy. In Kottke EJ, Stillwell GK, Lehmann JF (eds): Krusen’s Handbook of Physical Medicine and Rehabilitation. Philadelphia: WB Saunders;p.275-350.
Smeltzer & Bare. 2001. Gout and Hiperurisemia. Jakarta: EGC.
Syukri Maimun. 2007. Asam Urat dan Hiperurisemia. Majalah Kedokteran Nusantara: 52.
Ashraf Mozayani, PharmD, PhD dan Lionel P. Raymon, PharmD, PhD. 2004. Handbook of Drug Interactions “A Clinical and Forensic Guide”. new jersey: Humana press.




























Tidak ada komentar:

Posting Komentar