GOUT (Asam
Urat)
Asam
urat merupakan hasil metabolisme akhir dari purin yaitu salah satu komponen
asam nukleat yang terdapat dalam inti sel tubuh. Peningkataan kadar asam urat
dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh manusia seperti perasaan linu-linu di
daerah persendian dan sering disertai timbulnya rasa nyeri yang teramat sangat
bagi penderitanya. Hal ini disebabkan oleh penumpukan Kristal di daerah
tersebut akibat tingginya kadar asam urat dalam darah. Penyakit ini sering
disebut penyakit gout atau lebih dikenal di masyarakat sebagai penyakit asam
urat. Hiperuricemia disebabkan oleh sintesa purin berlebih dalam tubuh karena
pola makan yang tidak teratur dan proses pengeluaran asam urat dari dalam tubuh
yang mengalami gangguan. Faktor-faktor yang diduga juga mempengaruhi penyakit
ini adalah diet, berat badan dan gaya hidup ( Price & Wilson, 1992). Choi
dkk (1986) melakukanPenelitian tentang gout pada populasi tenaga kesehatan
laki-laki di Amerika Serikat, yang meliputi dokter gigi, optometris, osteopath,
ahli farmasi, podiatrist, dan dokter hewan. Populasi tersebut berusia antara 40
sampai 75 tahun. Hasil penelitianya selama 12 tahun menemukan 730 kasus gout
baru. Mereka menemukan peningkatan risiko gout ketika responden mengonsumsi
daging atau seafood dalam jumlah banyak. Akan tetapi, tidak ditemukan
peningkatan risiko gout ketika mengonsumsi protein hewani maupun nabati atau
sayur-sayuran kaya purin dalam jumlah banyak. Pada penelitian gout pertama di
Indonesia,Van den Horst (1935) menemukan 15 kasus gout berat pada masyarakat
kurang mampu di jawa. Kemudian Darmawan (1988) di Bandungan Jawa tengah
melakukan penelitian diantara 4.683 orang berusia 15-45 tahun yang diteliti,
0,8% menderit asam urat tinggi (1,7% pria dan 0,05% wanita ) diantaranya sudah
sampai pada tahap gout. Perlu diketahui pula di Indonesia arthritis gout
diderita pada usia lebih awal dibandingkan dengan Negara barat. 32% serangan
gout terjadi pada usia dibawah 34 tahun. Oleh karena itu, hal inilah yang
melatarbelakangi betapa pentingnya untuk mengetahui dan mempelajari penyakit
ini (Gout dan Hiperurisemia) untuk mengetahui solusi pengobatan yang terbaik.
PEMBAHASAN
Artritis adalah nama gabungan untuk lebih
dari seratus penyakit, yang semuanya berciri rasa nyeri dan bengkak, serta
kekakuan otot dengan terganggunya fungsi alat-alat gerak (sendi dan otot). Yang
paling banyak ditemukan adalah artrose (arthritis
deformens), umumnya tanpa peradangan, kemudian rematik (arthrits rheumatica) dengan peradangan,
spondylosis dengan radang tulang punggung, sindrom reiter (dengan radang ginjal
dan selaput mata), dan encok. Penyakit lainnya yang jarang ditemukan adalah
rema akut (arthritis septice), dan
rema jaringan lembut yang menghinggapi jaringan otot. (Tjay dan rahardja. 2007:
321)
Encok (Arthritis urica, gout), merupakan suatu gangguan pada metabolisme
asam urat, yang mengakibatkan mengendapnya kristal-kristal natrium urat di
sendi-sendi, jaringan lembut (tophi), dan ginjal (batu ginjal). (Tjay dan
rahardja. 2007: 323).
Gout sesungguhnya
adalah arthritis/radang yang terjadi karena terbentuknya endapan kristal
monosodium urat, biasanya terjadi secara mendadak. Terjadinya pengumpulan
kristal monosodium urat di sendi akibat dari keadaan tingginya kadar asam urat
dalam darah penderita/hiperurisemia. (Puspitasari. 2008: 36).
Definisi Gout atau ssam urat adalah:
1.
Suatu penyakit yang
ditandai dengan hiperurisemia, serangan akut (mendadak), dan berulang ditandai
dengan adanya kristal monosodium urat (MSU) atau asam urat pada cairan sinovial
(cairan sendi), dan terbentuknya jaringan (thopi) , dan neprolitiasis asam
urat.
2.
Adanya hiperurisemia
mungkin tanpa gejala dan terjadi karena peningkatan konsentrasi asam urat dalam
darah >7,0 mg/dl dan peningkatan resiko timbulnya gout.
3.
Atritis pirai dan
disebabkan oleh deposit kristal monosodium urat (MSU) terjadi akibat
supersaurasi cairan akstraseluler yang mengakibatkan atu atau beberapa
menifestasi kliinilk. (Priyanto. 2008: 109).
Arthritis
gout adalah suatu sindrom klinis yang mempunyai suatu gambaran khusus yaitu
arthritis akut. Arthritis gout ini lebih banyak terdapat pada pria dibandingkan
wanita. Pada pria sering mengenai usia pertengahan, sedangkan pada wanita
sering mengenai pada usia monopause. (Mansjoer., dkk. 1999: 542).
Gout
atau encok atau sering disebut asam urat, penyakit tersebut merupakan penyakit
metabolit karena produksi asam urat yang berlebihan atau gangguan ekskresi dari
purin. Penyakit yang ditandai serangan arthritis akut diakibatkan penumpukan
kristal monosodium urat, suatu produk dari metabolisme purin dari jaringan
sinovial pada persendian tulang. Pada kondisi tersebut, reaksi inflamasi juga
timbul, melibatkan aktivasi mediator kinin, sistem komplemen dan plasti, produk
enzim lipoksigense (leukotrin B), retruitment neutrofil, dan produk enzim
lopoksigenase (leukotrien B4), rekruitment neutrofil, dan produksi II-I.
(Nugroho. 2011: 186).
Asam urat merupakan hasil metabolisme
akhir dari purin yaitu salah satu komponen asam nukleat yang terdapat dalam
inti sel tubuh. Peningkataan kadar asam urat dapat mengakibatkan gangguan pada
tubuh manusia seperti perasaan linulinu di daerah persendian dan sering
disertai timbulnya rasa nyeri yang teramat sangat bagi penderitanya. Hal ini
disebabkan oleh penumpukan Kristal di daerah tersebut akibat tingginya kadar
asam urat dalam darah. Penyakit ini sering disebut penyakit gout atau lebih
dikenal di masyarakat sebagai penyakit asam urat. Hiperuricemia disebabkan oleh
sintesa purin berlebih dalam tubuh karena pola makan yang tidak teratur dan
proses pengeluaran asam urat dari dalam tubuh yang mengalami gangguan.
Faktor-faktor yang diduga juga mempengaruhi penyakit ini adalah diet, berat
badan dan gaya hidup (Price and Wilson.1992).
Gout adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan keadaan penyakit yang berkaitan dengan hiperurisemia.
Hiperurisemia dapat terjadi karena peningkatan sintesis prekursor purin asam
urat atau penurunan eliminasi/pengeluaran asam urat oleh ginjal, atau keduanya.
Gout merupakan diagnosis klinis sedangkan hiperurisemia adalah kondisi
biokimia. Gout ditandai dengan episode arthritis akut yang berulang, disebabkan
oleh timbunan monosodium urat pada persendian dan kartilago, dan pembentukan
batu asam urat pada ginjal (nefrolitiasis). Hiperurisemia yang berlangsung
dalam periode lama merupakan kondisi yang diperlukan tetapi tidak cukup untuk
menyebabkan terjadinya gout (Johnstone A. 2005).
Menurut American College of
Rheumatology, gout adalah suatu penyakit dan potensi ketidakmampuan akibat
radang sendi yang sudah dikenal sejak lama, gejalanya biasanya terdiri dari
episodik berat dari nyeri infalamasi satu sendi. Gout adalah bentuk inflamasi
arthritis kronis, bengkak dan nyeri yang paling sering di sendi besar jempol
kaki. Namun, gout tidak terbatas pada jempol kaki, dapat juga mempengaruhi
sendi lain termasuk kaki, pergelangan kaki, lutut, lengan, pergelangan tangan,
siku dan kadang di jaringan lunak dan tendon. Biasanya hanya mempengaruhi satu
sendi pada satu waktu, tapi bisa menjadi semakin parah dan dari waktu ke waktu
dapat mempengaruhi beberapa sendi. Gout merupakan istilah yang dipakai untuk
sekelompok gangguan metabolik yang ditandai oleh meningkatnya konsentrasi asam
urat (hiperurisemia) (H. Ralph Schumacher, MD. 2012).
Asam urat merupakan senyawa nitrogen
yang dihasilkan dari proses katabolisme purin baik dari diet maupun dari asam
nukleat endogen (asam deoksiribonukleat). (Syukri, 2007).
Gout dapat bersifat primer, sekunder,
maupun idiopatik. Gout primer merupakan akibat langsung pembentukan asam urat
tubuh yang berlebihan atau akibat penurunan ekskresi asam urat. Gout sekunder
disebabkan karena pembentukan asam urat yang berlebihan atau ekskresi asam urat
yang berkurang akibat proses penyakit lain atau pemakaian obat-obatan tertentu
sedangkan gout idiopatik adalah hiperurisemia yang tidak jelas penyebab primer,
kelainan genetik, tidak ada kelainan fisiologis atau anatomi yang jelas.(Putra,
2009).
A.
Potofisiologi
1. Asam
urat merupakan produk akhir dari degradasi purin yang bersumber dari dalam
tubuh atau diet dan dianggap sebagai sampah yang harus dibuang. Kadar asam urat
berlebihan merupakan akibat dari proses prouksi (degradasi purin) atau karena
ekskresi yang rendah. Sumber purin ada tiga diantaranya diet, konversi asam
nukleat jaringan ke nukleotida purin, dan hasil sintesis.
2. Asam
urat dari diet berasal dari makanan yang mengandung nukleoprotein, seperti
usus(854 mg/100g), babat dan limpa (470 mg/100 g), daging sapi 385 mg/100 g),
bayam kangkung, daun melinjo (sekitar 300 mg/100 g), tahu-tempe (sekitar 120
mg/100 g), dan lain-lain.
3. Overproduksi
dapat terjadi karena peingkatan phosphoribosyl phosphate (PRPP) synthetase yang
menyebabkan peningkatan sintesis purin yang pada akhirnya dapat menyebabkan
peningkatan asam urat. Over produksi asam urat juga dapat terjadi pada
peningkatan peruraian asan nukleat jaringan pada gangguan myeloproliperatif dan
limphoproliperatif. Peningkatan sintesis asan urat karena enzim di atas
bersifat genetik atau karena penyakit tertentu misalnya kanker darah, dimana
sel-sel berkembang sangat cepat sehingga nukleoprotein menjadi berlebihan.
4. Diet
purin tidak begitu berpengaruh pada terjadinya hiperurisemia jika tidak ada
gangguan dari metabolisme purin dan akskresi purin.
5. Dua
pertiga asam urat yang diproduksi diekskresi melalui urin dan sisanya melalui
gastrointestinal (GI) setelah terdegradasi oleh bakteri kolon. Gangguan ekskresi ginjal pada tubuli
distal atau karena ginjal yang rusak, misalnya pada glomeluronefritis juga akan
meningkatkan kadar asam urat
6. Obat-obat
yang mengurangi kliren atau ekskresi asam urat seperti duretik (thiazid dan
furosemid), asam salisilat, pyrazinamid, INH, ethambutol, asam nikotinat,
ethanol, levodopa, cyclosporin, dan obat-obat sitotoksik. Karena mengganggu
akskresi, maka dapat meningkatkan kadar asam urat, sehingga perlu
diperhatikan.
7. Dalam
kondisi normal seseorang memproduksi asam urat 600-800 mg perhari, dan yang
diekskresi melalui urin kurang dari 600 mg sehari sisanya siekskresikan melalui
feses. Jumlah diekskresi < 100 mg
dianggap normal, tetapi jika > 1000 mg sudah termasuk over produksi pada
pasien tanpa diet purin. Tetapi jika ekskresi > 600 mg perhari pada
seseorang yang diet purin sudah dianggap over produksi.
8. Deposit
kristal asam urat di sinovial menyebabkan inflamasi (vasodilatasi, peningkatan
permeabilitas kapiler, dan aktifitas kemotaktik dari polymorphonuclear
leukosit). Fagositosis kristal asam urat oleh leukosit menyebabkan adanya enzim
proteolitik ke dalam plasma. Inflamasi menyebabkan nyeri sendi, erithema,
panas, dan bengkak.
9. Neprolithiasis
asam urat dapat terjadi pada 10-15% penderita gout dangan faktor predisposisi
seperti kelebihan ekskresi, urin asam, dan tingginya kadar asam urat.
(Priyanto. 2008: 109-111).
Hiperurisemia (konsentrasi asam urat
dalam serum yang lebih besar dari 7,0 mg/dl) dapat menyebabkan penumpukan
kristal monosodium urat. Peningkatan atau penurunan kadar asam urat serum yang
mendadak mengakibatkan serangan gout. Apabila kristal urat mengendap dalam
sebuah sendi, maka selanjutnya respon inflamasi akan terjadi dan serangan gout
pun dimulai. Apabila serangan terjadi berulang-ulang, mengakibatkan penumpukan
kristal natrium urat yang dinamakan tofus akan mengendap dibagian perifer tubuh
seperti ibu jari kaki, tangan, dan telinga (Smeltzer & Bare, 2001).
Pada kristal monosodium urat yang
ditemukan tersebut dengan imunoglobulin yang berupa IgG. Selanjutnya
imunoglobulin yang berupa IgG akan meningkat fagositosis kristal dengan
demikian akan memperlihatkan aktivitas imunologik (Smeltzer & Bare, 2001).
B.
Etiologi (Faktor Resiko)
Gejala
artritis akut disebabkan oleh reaksi inflamasi jaringan terhadap pembantukan
kristal monosodium urat monohidrat. Karena itu, dilihat dari penyebabnya,
panyakit ini termasuk dalam golongan kelainan metabolik. Kelainan ini
berhubungan dengan gangguan kinetik asam urat yaitu hiperurisemia.
Hiperurisemia pada penyakit ini terjadi karena:
1. Pembentukan
asam urat yang berlebihan
a. Gout
primer metabolik, disebabkan sintesis langsung yang bertambah
b. Gout
sekunder metabolik, disebabkan pembentukan asam urat yang berlebihan karena
penyakit lain seperti leukimia, trutama bila diobati dengan sitostatika,
psoriasis, polisitemia vera, dan mielofibrosis.
2. Kurangnya
pengeluaran asam urat melalui ginjal
a. Gout
primer renal, terjadi karena ganngguan eksresi asam urat di tubuli distal
ginjal yang sehat. Penyebabnya tidak diketahui.
b. Gout
sekuner renal, disebabkan oleh kerusakan ginjal, mislanya pada
glomerulonefritis kronik atau gagal ginjal kronik.
c. Perombakan
dalam usus yang berkurang. Namun, secara klinis hal ini tidak penting.
(Mansjoer.,dkk. 1999: 542-543)
Komsusmsi makanan dan minuman yang
mengandung purin dan xantin merupakan pemicu yang diyakini para ahli. Sumber
purin antara lain bahan makanan jeroan binatang, sayuran, dan prouk hasil laut.
Sementara kopi, coklat, dan colaadalah minuman yang mengandung xantin.
(Puspitasari. 2008: 37).
Dulu
di eropa encok dianggap sebagai penyakit orang kaya dan terutama orang gemuk.
Menurut perkiraan encok disebabkan oleh makan dan minum terlampau banyak. Kini
diketahui bahwa selain kadar asam urat yang meningkat (hiperurisemia), yaitu
keturunan, kehamilan, kebiasan makan dan minum, pembebanan sendi berlebihan,
diabetes melitus, hipertensi, hiperlipidemia, dan stress fisik dan mental.
Mulainya encok pada pria biasanya pada usia antara 40-60 tahun, sedangkan pada
wanita kebanyakan sesudah menopause.
William dalam
penelitiannya “Effects of diet, physical activity and performance,
and body weight on incident gout in ostensibly healthy active men”,
menyebutkan bahwa risiko terjadinya gout lebih besar terjadi pada lelaki yang
tidak memiliki aktifitas fisik dan kardiorespiratori fitnes dibandingkan dengan
lelaki yang aktif secara fisik dan kardiorespiratori (William, 2008).
C.
Menifestasi Klinis
Secara klinis ditandai dengan adanya
artritis, tofi, dan batu ginjal. Yang penting diketahui sendiri bahwa asam urat
tidak menyebabkan apa-apa. Yang menimbulkan rasa sakit karena terbentuk dan
mengendapnya kristal monosodium urat. Pengendapannya dipengaruhi oleh suhu dan
tekanan. Oleh karena itu sering terbentuk tofi pada daerah telinga, siku,
lutut, dan lain sebagainya.
Daerah
khas yang sering mendapat serangan adalah pangkal ibu jari kaki sebelah dalam,
disebut podagra. Bagian ini tampak membengkak, kemerahan, dan nyeri sekali bila
disentuh. Rasa nyeri berlangsung beberapa hari sampai satu minggu , lalu
menghilang. Sedangkan tofi itu sendiri tidak sakit. Tetapi dapat merusak
tulang. Sendi lutut juga merupakan tempat predileksi kedua untuk serangan ini.
Tofi
merupakan penimbuanan asam urat yang dikelilingi reaksi radang pada sinovia,
tulang rawan, bursa, dan jaringan lunak. Serng timbul di tulang rawan sebagai
benjolan keras. Tofi ini merupakan menifestasi lanjut dari gout yang timbul
5-10 tahun setelah serangan artritis pertama.
Pada
ginjal akan timbul sebagai berikut:
1. Mikrotofi,
dapat terjadi di tubuli ginjal dan menimbulkan nefrosis
2. Nefrolitiasis
karena endapan asam urat
3. Piolenefritis
kronis
4.
Tanda-tanda
aterosklerosis dan hipertensi. (Mansjoer.,dkk. 1999: 543)
Selain dan dari menifastasi di atas,
adapun tanda-tandanya pada gout (asam urat) adalah sebagai berikut:
1. Timbulnya
excruciating pain, bengkak, dan inflamasi. Serangan diawali pada jari-jari
kaki, akle, bagian belakang kaki yang terbantuk bulat (heel), lutut, dan siku
(elbow).
2. Serangan
dimulai pada malam hari dan mungkin menyebabkan pasien terbangun dari tidurnya.
3. Kemerah-merahan
pada sendi, panas, dan bengkak, jika tidak diterapi akan sembuh atau berakhir
kira-kira 3-14`hari.
4. Serangan
akut gout dapat terjadi walaupun tanpa adanya propokasi sebelumnya atau dapat
dipicukarena stress, trauma, minuman alkohol, operasi, dan minum obat yang
dapat meningkatkan kadar asam urat dalam darah. (Mansjoer., dkk. 1999: 543).
5. Nyeri pada satu atau beberapa sendi di malam
hari, yang makin lama makin memburuk
6. Pada
sendi yang bengkak , kulit kemerahan hingga berwarna keunguan, kencang, licin,
dan hangat.
7. Demam,
menggigil, tidak enak badan, pada beberapa penderita, terjadi peningkatan
denyut jantung.
8. Bila
benjolan kristal di sendi pecah, akan keluar massa seperti kapur.
9. Kadar
asam urat dalam darah tinggi (hiperurisemia).
Pada
penderita berumur kurang dari 30 tahun, keparahan mudah terjadi, 20% penderita
gout dapat mengalmi adanya batuginjal. (Puspitasari. 2008: 37).
Berikut gambar-gambar terkait Gout:
I. Cairan Kristal MSU yang menyebabkan erosi tulang
Gambar diatas adalah keadaan dimana tingginya kadar
cairan ekstra seluler yang membentuk Kristal monosodium urat pada sendi ataupun
di jaringan lunak.
II.
Bagian-bagian
tubuh yang biasa terserang gout jika sudah kronis biasa menimbulkan TOPHI
(Benjolan).
D.
Diagnosis
1. Terdapat
kristal monosodium urat di dalam cairan sendi, atau
2. Didapatkan
kristal monosodium urat di dlam tofus, atau
3. Didapatkan
6 dari kriteri berikut:
a. Inflamasi
maksimal pada hari pertama
b. Serangan
artritis akutlebih dari satu kali pertahun
c. Artritis
monoartikular
d. Sendi
yang terkena berwarna kemerahan
e. Sendi
yang terkena mengalami inflamasi
f. Serangan
pada sendi metatarsal
g. Adanya
tofus (benjolan pada sendi)
h. Hiperurisemia
(tingginya kadar monosodium urat dalam darah)
i.
Kultur bakteri sendi
negatif
j.
Leukositosis, dan laju
endap darah &LED) meningkat.
(Priyanto. 2008: 111).
E.
Stadium ada Gout
1. Hiperurisemia
tanpa atau hanya atau hanya menimbulkan rasa tidak nyaman atau rasa tidak segar
2. Artritis
akut (serangan akut), serangan akut dapat timbul tanpa suatu presipitasi
apapun, tetapi dapat juga karena trauma lokal, pembedahan, stess, dan komsumsi
obat-obat tertentu.
3. Fase
interkritis (artritis rekuren), terjadi artritis rekuren jika jarak satu
serangan dengan serangan yang lain makin pendek.
4. Artritis
kronis (Gout kronis), disebabkan oleh kelainan sendi yang menetap karena
terjadi kerusakan atau osteoartrosis sekunder.
5. Nephrolitiasis
disebabkan hiperurisemia yang sudah berlangsung lama atau faktor tertentu
sehingga terbentuk batu ginjal. Selain terapi dengn alopurinol, pembasaan urin
dengan Na-bikarbonat atau potassium sitrat diperlukan. (Priyanto. 2008:112).
F.
Tujuan Pengobatan
Adapun
tujuan pengobatan suatu penyakit khususnya gout sebelum obat ditetapkan, harus
ada tujuan dalam pengobatan diantaranya:
1.
Menghentikan serangan
akut
2.
Mencegah kambuh
3.
Mencegah komplikasi
karena adanya kristal asam urat di jaringan
4.
Mengeluarkan kristal
monosodium urat melalui ginjal atau fases
5.
Menhambat kerja enzim
yang dapat merubah xantin menjadi asam urat. (Priyanto. 2008:112)
G.
Pengobatan (Terapi)
1.
Non-Farmakologi
(tindakan Umum)
Penelitian lain
menyebutkan bahwa serum asam urat dapat diturunkan dengan melakukan olah raga
rutin dan teratur, namun jika olah raga tersebut hanya dilakukan secara
intermiten justru akan meningkatkan kadar serum asam urat (Francis &
Hamrick, 1984).
Untuk mencegah kekakuan
dan nyeri sendi, dapat dilakukan latihan fisik ringan berupa latihan isometrik,
latihan gerak sendi dan latihan fleksibiltas yang keseluruhan itu tercakup
dalam stabilisasi sendi yang menurut Tulaar dalam jurnalnya yang berjudul “Nyeri
Punggung dan Leher” menyebutkan bahwa stabilisasi sendi merupakan program
rehabilitasi yang dirancang untuk membatasi nyeri, memaksimalkan fungsi, dan
mencegah cedera lebih lanjut (Tulaar, 2008).
Stabilisasi termasuk
fleksibilitas sendi, re-edukasi postur dan penguatan. Program tersebut
menekankan partisipasi aktif pasien. Mengembalikan ROM normal dan postur yang
baik diperlukan untuk menghindari mikrotrauma berulang pada struktur sendi dan
tulang akibat pola gerak yang buruk. ROM penuh dibutuhkan untuk melatih sendi
dalam stabilisasi selama bermacam aktivitas. ROM bebas nyeri ditentukan dengan
meletakkan sendi pada posisi yang mengurangi gejala. Awalnya, stabilisasi
dimulai dengan menentukan ROM bebas nyeri kemudian diaplikasikan di luar ROM
sewaktu kondisi pasien membaik. Pembatasan apapun pada jaringan lunak atau
sendi harus diterapi untuk membantu mencapai ROM sendi yang normal. Hal
tersebut dicapai melalui latihan ROM pasif, mobilisasi sendi, teknik mobilisasi
jaringan lunak, peregangan-sendiri, dan mengatur postur yang benar (Tulaar,
2008).
Terapi lokal untuk
mengurangi nyeri yang diberikan pada pasien ini berupa terapi crynothermi dan dyatermi yang
diaplikasikan sesuai fase. Dalam jurnal “The diagnosis and treatment of
muscle pain syndrome”, Thompson mengatakan bahwa terapi lokal crynotermi,
seperti spray & stretch menggunakan vapocoolant
spray ataupun kompres dingin dengan es. Suhu dingin dipermukaan kulit
menimbulkan relaksasi otot yang memudahkan peregangan cukup sangat baik di
aplikasikan pada fase akut. Terapi lain adalah suntikan ke daerah dengan nyeri
terhebat atau pada titik picu. Dapat juga dengan suntikan kering disebut dry
needling (Thompson, 1996).
Pada pasien ini anjuran
untuk mengkompres dingin dimaksudkan untuk mengurangi nyeri pada fase akutnya
agar tidak bergantung pada terapi farmakologis. Terapi dyatermi dengan
menempelkan kantung hangat pada sendi ditujukan untuk nyeri yang sudah
berlangsung lama pada pasien ini. Lehman mengatakan bahwa panas superfisial
dapat memberi relaksasi dan mengurangi nyeri. Pemanasan dalam (deep heating)
seperti ultrasonografi sebaiknya dihindari pada fase akut karena dapat menambah
radang saraf yang bengkak sehingga menambah nyeri (Lehman & de Lateur,
1982).
Pada pasien ini, tidak
hanya dilakukan penyelesaian masalah secara klinis, namun masalah perilaku
makan tinggi purin diselesaikan dengan metode berbasis kedokteran keluarga.
anggota keluarga diajak berpartisipasi aktif untuk membantu menyelesaikan
masalah, dalam hal ini istri pasien ditunjuk sebagai pelaku rawat agar dapat
mendukung program diet rendah purin yang sudah direncanakan. Istri dapat
membantu untuk menyediakan menu makanan yang rendah purin bagi keluarga. Dalam
penelitian yang dilakukan oleh William yang berjudul ”Effects of diet,
physical activity and performance, and body weight on incident gout in ostensibly
healthy, vigorously active men”, mengatakan bahwa pengurangan konsumsi dari
daging serta makanan laut dan makalan lain yang mengandung purin yang tinggi
dapat menurunkan kadar asam urat dalam darah yang berate dapat menurunkan
kejadian serangan akut pada artritis gout (William, 2008).
Simpulan, berbagai
makanan yang mengandung tinggi purin serta tinggi protein menjadi faktor risiko
utama terjadinya gout. Hal ini berkaitan dengan perilaku makan tinggi purin
pada kasus ini, diperberat oleh aktifitas mekaniknya dan menu makanan yang
tidak terkontrol di tempat kerja. Terapi dengan intervensi perilaku makan yang
dibantu oleh keluarga (istri sebagai care giver) dan manajemen
nyeri yang tidak bergantung pada aspek farmakologis mampu menyelesaikan masalah
kesehatan dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Dengan pelayanan dokter
keluarga yang holistik komprehensif, berkesinambungan, integratif, dan
koordinatif, penyelesaian masalah medis dan masalah perilaku makan tinggi purin
pada pasien pun dapat diselesaikan.
Dalam buku “farmakoterapi dan Farmakologi medis”
priyanto menguraikan secara singkat mengenai terapi non-farmakologi untuk gout,
antara lain:
a. Mengurangi makanan yang
memiliki kandungan purin yang tinggi
b. Menghindari komsumsi
alkohol
c. Mengurangi stress
d. Mengurangi berat badan
sehingga berat badan normal atau bahkan lebih rendah 10-15% dari berat badan
normal
e. Minum dalam jumlah yang
cukup
f. Mengurangi komsumsi
lemak menjadi sekitar 15% dan total energi yang pada orang yang sehat sekitar
25%. Jika komsumsi lemak tidak dikurangi, pembakaran lemak menjadi energi akan
menghasikan keton yang akan menghambat eksresi asam urat.
Jadi, tindakan umum yang dijadikan sebagai
preverensi kambuhnya serangan encok dapat diikuti suatu aturan hidup tertentu,
bila terdapat overweight, perlu menjalani diet menguruskan tubuh, banyak minum
minimal (2 kali sehari), membatasi asupan alkohol, menghindari stress fisik dan
mental serta diet purin. Penggunaan diuretika tiazida dihindari dan diganti
dengan obat hipertensi yang lainnya. (Tjay dan rahardja. 2007: 341).
2.
Farmakologi (Penanganan
dengan Menggunakan Obat)
Pengobatan
ditujukan pada pengurangan serangan akut pirai dan mencegah kambuhnya episode
pirai dan baru urat. Kristal-kristal urat pada mulanya difagosit oleh
sinoviosit, yang kemudian merilis prostaglandin, enzim lisosomal, dan
leukotrin-1. Tertarik oleh mediator-mediator kemotaksis ini, leukosit
polimorfonuklear bermigrasi ke ruang sendi dan memperkuat proses inflamasi yang
berlangsungpada fase-fase lanjut dari serangan, terlihat peningkatan dari
jumlah fagosit-fagosit mononuklear (makrofag), mencerna kristal-kristal urat,
dan merilis lebih banyak mediator-mediator inflamasi. Urutan kejadian ini
menyatakan bahwa agen-agen yang paling efektif untuk menangani inflamasi akut
yang disebabkan oleh kristal urat adalah agen-agen yang menekan fase-fase yang
berbeda dari aktivasi leukosit. (Katzung. 2002: 487).
Natrium urat berkristal dalam sendi,
mendorong reaksi peradangan yang disebut gout dengan tofus (tophaceous). Obat
aspirin dapat menghilangkn gejala gout, tetapi lebih sering diarahkan untuk
menurunkan kadar asam urat. Asam urat adalah hasil metabolisme purin. Strategi
untuk menurunkan kadar asam urat meliputi penghambatan xantin oksidase, enzim
yang bertanggung jawab untk sintesis asam urat , dan mencegah reabsorbsi asam
urat dari urin. (Olson. 2004: 170-172).
Penanganan
gout biasanya dibagi menjadi penanganan serangan akut dan penanganan
hiperurisemia pada pasien artritis kronik. Ada 3 tahapan dalam terapi penyakit
ini:
a. Mengatasi
serangan akut
b. Mengurangi
kadar asam urat untuk mencegah penimbunan kristal urat pada jaringan, terutama
persendian
c. Terapi
pencegahan menggunakan terapi hipourisemik
Edukasi
pasien dan pemahaman mengenai dasar terapi diperlukan untuk menjamin
keberhasilan terapi gout. Menghindari faktor‐
faktor yang dapat memicu serangan juga merupakan bagian yang penting dari
strategi penatalaksanaan gout.
Ada
dua kelompok obat penyakit pirai, yaitu
obat yang menghentikan proses inflamasi akut misalnya kolkisin, fenilbutason,
oksifentabutazon, dan indometasin, dan obat yang mempengaruhi kadar asam urat
misalnya probenesid, allopurinol, dan sulfinpirazon. Untuk keadaan akut
digunakan obat AINS. (Mardjono. 2007: 242).
a. Terapi
serangan akut.
Serangan encok dapat dilawan secara efektif
dengan kolkisin. Efek yang berhasil dari obat encok tertua ini memberikan
kepastian mengenai tepatnya diagnosa. Zat ini memiliki sifat kumulasi, sehingga
hal ini perlu diperhatikan. Semua NSAID dalam dosis tinggi mempunyai keampuhan
yang sama, tetapi kerjanya lebih cepat dan kurang toksis daripada kolkisin yang
sering kali digunakan adalah diklofenak, naproksen, piroxicam, dan indometasin.
Obat-obat ini paling manjur jika diminum sedini mungkin . bila zat-zat ini
menghasilkan efek, biasanya diberikan kortikosteroida sampai gejalanya mereda.
(Tjay dan rahardja. 2007: 341).
Penggunaan
NSAID, inhibitor cyclo‐oxigenase‐2
(COX‐2), kolkisin dan kortikosteroid untuk serangan
akut dibicarakan berikut ini:
1) NSAID
NSAID merupakan terapi lini pertama yang
efektif untuk pasien yang mengalami serangan gout akut. Hal terpenting yang
menentukan keberhasilan terapi bukanlah pada NSAID yang dipilih melainkan pada
seberapa cepat terapi NSAID mulai diberikan. NSAID harus diberikan dengan dosis
sepenuhnya (full dose) pada 24‐48
jam pertama atau sampai rasa nyeri hilang. Dosis yang lebih rendah harus
diberikan sampai semua gejala reda. NSAID biasanya memerlukan waktu 24‐48
jam untuk bekerja, walaupun untuk menghilangkan secara sempurna semua gejala
gout biasanya diperlukan 5 hari terapi. Pasien gout sebaiknya selalu membawa
persediaan NSAID untuk mengatasi serangan akut. Indometasin banyak diresepkan
untuk serangan akut artritis gout, dengan dosis awal 75‐100
mg/hari. Dosis ini kemudian diturunkan setelah 5 hari bersamaan dengan
meredanya gejala serangan akut. Efek samping indometasin antara lain pusing dan
gangguan saluran cerna, efek ini akan sembuh pada saat dosis obat diturunkan.
Azapropazon adalah obat lain yang juga baik untuk mengatasi serangan akut.
NSAID ini menurunkan kadar urat serum, mekanisme pastinya belum diketahui
dengan jelas. Komite Keamana Obat (CSM) membatasi penggunaan azapropazon untuk
gout akut saja jika NSAID sudah dicoba tapi tidak berhasil. Penggunaannya dikontraindikasikan
pada pasien dengan riwayat ulkus peptik, pada ganggunan fungsi ginjal menengah
sampai berat dan pada pasien lanjut usia dengan gangguan fungsi ginjal ringan.
NSAID lain yang umum digunakan untuk mengatasi episode gout akut adalah:
-
Naproxen – awal 750 mg,
kemudian 250 mg 3 kali/hari
-
Piroxicam – awal 40 mg,
kemudian 10‐ 20 mg/hari
-
Diclofenac – awal 100
mg, kemudian 50 mg 3 kali/hari selama 48 jam, kemudian 50 mg dua kali/hari
selama 8 hari.
NSAID
(Non-Steroid Anti Inflamasi Drugs)
dipakai untuk mengatasi nyeri dan radang sejumlah besar penyakit seperti
artrithis, artritis reumatoid, spondilitis, dan osteoartritis. (Tambayong,
2002: 96).
Obat antiradang
nonsteoid (encok). Obat penangkal radang
jenis nonsteroid ini mencakup suatu golongan besar obat-obatan yang gunanya
mengobati encok (artritis). Obat-obatan ini dikenal dengan sebutan obat AINS
(NSAID)- diucapakan ensed yang merupakan singkatan dari non-steroidal anti-inflamatory
gruds.
Obat
ini biasa mujarab untuk nyeri haid, atau encok jenis gout (raang sendi kaki. Obat ini digunakan dalam
hal kekacauan jaringan ikat seperti SLE
(temic lupus erythematosus). (Ragg. 2002: 72-73).
Sebagai
antiinflamasi, obat AINS ini lebih poten daripada aspirin, tetapi lebih
inferior terhadap salisilat pada dosis toleransi penderita artritis reumatoid.
Pada keadaan tertentu, bagaimanapun (misalnya artritis gout akut, spondilitis
ankilosa, dan osteoartritis pinggang), indometasin, lebih efektif menanggulangi
peradangan daripada aspirin atau AINS lainnya. (M3ycek. 2001: 412).
2) COX-2
inhibitor
Etoricoxib merupakan satu‐satunya
COX‐2 inhibitor yang dilisensikan untuk
mengatasiserangan akut gout. Obat ini efektif tapi cukup mahal, dan bermanfaat terutama
untuk pasien yang tidak tahan terhadap efek gastrointestinal NSAID non‐selektif.
COX‐2 inhibitor mempunyai resiko efek
samping gastrointestinal bagian atas yang lebih rendah disbanding NSAID non‐selektif.
Banyak laporan mengenai keamanan kardiovaskular obat golongan ini, terutama
setelah penarikan rofecoxib dari peredaran. Review dari Eropa dan CSM mengenai
keamanan COX‐2 inhibitor
mengkonfirmasi bahwa obat golongan ini memang meningkatkan resiko thrombosis
(misalnya infark miokard dan stroke) lebih tinggi dibanding NSAID non‐selektif
dan plasebo. CSM menganjurkan untuk tidak meresepkan COX‐2
inhibitor untuk pasien dengan penyakit iskemik, serebrovaskuler atau gagal
jantung menengah dan berat. Untuk semua pasien, resiko gastrointestinal dan
kardiovaskuler harus dipertimbangkan sebelum meresepkan golongan obat COX‐2
inhibitor ini. CSM juga menyatakan bahwa ada keterkaitan antara etoricoxib
dengan efek pada tekanan darah yang lebih sering terjadi dan lebih parah
dibanding COX‐2 inhibitor lain
dan NSAID non‐selektif,
terutama pada dosis tinggi. Oleh karena itu, etoricoxib sebaiknya tidak
diberikan pada pasien yang hipertensinya belum terkontrol dan jika pasien yang
mendapat etoricoxib maka tekanan darah harus terus dimonitor. (Johnstone A.
Gout. 2005: 391).
3) Colchicine
Colchicine merupakan
terapi spesifik dan efektif untuk serangan gout akut. Namun, dibanding NSAID
kurang populer karena mula kerjanya (onset) lebih lambat dan efek samping lebih
sering dijumpai.
-
Oral
Colchicine
oral tadinya merupakan terapi lini pertama untuk gout akut, Satu studi double‐
blind placebocontrolled menunjukkan bah duapertiga pasien yang diterapi dengan
colchicine membaik kondisinya dalam 48 jadi dibanding sepertiga pada kelompok
plasebo. Agar efektif, kolkisin oral harus diberikan sesegera mungkin pada saat
gejala timbul karena pada perkembangan gejala berikutnya colchicine kurang
efektif. Biasanya, dosis awal 1 mg yang kemudian diikuti dengan 0.5 mg setiap 2‐3
jam selama serangan akut sampai nyeri sendi mereda, pasien mengalami efek
samping gastrointestinal atau jika dosis maksimum 6 mg telah diberikan. Untuk
mentitrasi dosis Antara dosis terapetik dan sebelum gejala toksik pada
gastrointestinal muncul sulit dilakukan karena dosis terapeutik sangat
berdekatan dengan dosis toksik gastrointestinal. Kematian dilaporkan terjadi
pada pasien yang menerima 5 mg colchicine. Beberapa pengarang baru‐baru
ini menganjurkan untuk menggunakan dosis lebih rendah 0,5 mg tiap 8 jam untuk
mengurangi resiko toksik tersebut, terutama untuk pasien lanjut usia dan pasien
dengan gangguan ginjal. Untuk menghindari efek toksik, pemberian colchicine
tidak boleh diulang dalam 3 hari jika sebelumnya telah digunakan.
-
Intravena
Colchicine
intravena tidak lagi dilisensikan karena sangat toksik. Tapi laporan terakhir
menyatakan bahwa toksisitas disebabkan karena penggunaan yang tidak tepat dan
biasanya karena kesalahan dosis. (Johnstone A. Gout. 2005: 392).
Pemberian
kolkisin harus dihentikan dalam tujuh hari untuk menghindari efek toksik pada
sumsung tulang belakang. (Priyanto. 2008: 114).
4) Indometasin
Obat
ini sama efektifnya dengan kolkisin, tetapi insiden efek samping pada GI lebih
kecil. Dosis awal relait tinggi pada 24-48 jam kemudian dosis dikurangi secara
bertahap. ES: sakit kepala, dizziness, dan iritasi lambung. (Priyanto. 2008:
113)
5) Glukokortikoid
Diberikan sebagai
cadangan, terutama oada pasien yang kontraindikasi dengan NSAID dan kolkisin.
Dosis prednison 30-60 mg sehari, dan jika pengobatan ingin dihentikan harus
secara gradual dengan pengurangan dosis 5 mg/hari. Triamsolon hexacetonid 20-40
mg diberikan secara injeksi pada intraartikuler. (Priyanto. 2008: 114).
6)
Steroid
Strategi
alternatif selain NSAID dan kolkisin adalah pemberian steroid intra‐artikular.
Cara ini dapat meredakan serangan dengan cepat ketika hanya 1 atau 2 sendi yang
terkena. Namun, harus dipertimbangkan dengan cermat diferensial diagnosis
antara arthritis sepsis dan gout akut karena pemberian steroid intra‐
artikular akan memperburuk infeksi. Pasien dengan respon suboptimal terhadap
NSAID mungkin akan mendapat manfaat dengan pemberian steroid intra‐artikular.
Steroid sistemik juga dapat digunakan untuk gout akut. Pada beberapa pasien,
misalnya yang mengalami serangan yang berat atau poliartikular atau pasien
dengan penyakit ginjal atau gagal jantung yang tidak dapat menggunakan NSAID
dan kolkisin, dapat diberi prednisolon awal 20‐40
mg/hari. Obat ini memerlukan 12 jam untuk dapat bekerja dan durasi terapi yang
dianjurkan adalah 1‐3
minggu. Alternatif lain, metilprednisolon intravena 50‐150
mg/hari atau triamsinolon intramuskular 40‐100
mg/hari dan diturunkan (tapering) dalam 5 hari.
b. Tarapi
Preverensi (serangan gout kronik).
Kontrol jangka panjang hiperurisemia
merupakan faktor penting untuk mencegah terjadinya serangan akut gout, gout
tophaceous kronik, keterlibatan ginjal dan pembentukan batu asam urat. Kapan
mulai diberikan obat penurun kadar asam urat masih kontroversi. Serangan awal
gout biasanya jarang dan sembuh dengan sendirinya, terapi jangka panjang
seringkali tidak diindikasikan. Beberapa menganjurkan terapi mulai diberikan
hanya jika pasien mengalami lebih dari 4 kali serangan dalam setahun, sedangkan
ahli lainnya menganjurkan untuk memulai terapi pada pasien yang mengalami
serangan sekali dalam setahun. Pendapat para ahli mendukung pemberian terapi
hipourisemik jangka panjang pada pasien yang mengalami serangan gout lebih dari
dua kali dalam setahun. Para ahli juga menyarankan obat penurun asam urat
sebaiknya tidak diberikan selama serangan akut. Pemberian obat jangka panjang
juga tidak dianjurkan untuk hiperurisemia asimptomatis, atau untuk melindungi
fungsi ginjal atau resiko kardiovaskular pada pasien asimptomatis.
Pada pasien yang mendarita 3 serangan
atau lebih dalam satu tahun dapat dijalani tarapi interval segera setela
serangan terakhir lewat. Maksudnya ialah untuk mengurangi frekuensi dan
hebatnya serangan berikutnya serta mencegah kerusakan jangka panjang pada sendi
dan ginjal. Terapi preverensi ini penting juga pada hiperurikemi asimtomatis
dengan batu ginjal atau tofi bila kadar urat darah melebihi 0,55 mmol/l.
Obat-obat untuk terapi preverensi berupa alopurinol, urikorusika, obat-obat
alternatif vitamin C, Ca-pantotenat dan EPA. (Tjay dan rahardja. 2007:
341-342).
Agent yang digunakan untuk pengobatan
jangka panjang adalah alopurinol, probenesid, sulfinpirason, salisilat,
kolkisin. Pengbatan jangka panjang bertujuan untuk mengurangi asam urat dalam
tubuh dengan meningkatkan ekskresinya melalui ginjal dengan obhat urikorusik
tau menurunkan sintesis dalam jarngan dengan memakai alopurinol. (zyloprim,
zyloric). (Tambayong. 2002: 101).
Obat-obat
yang digunakan untuk terapi Gout kronik:
1) Allopurinol
(Xantin Oksidase Inhibitor)
Obat hipourisemik pilihan untuk gout
kronik adalah allopurinol. Selain mengontrol gejala, obat ini juga melindungi
fungsi ginjal. Allopurinol menurunkan produksi asam urat dengan cara menghambat
enzim xantin oksidase. Allopurinol tidak aktif tetapi 60‐70%
obat ini mengalami konversi di hati menjadi metabolit aktif oksipurinol. Waktu
paruh allopurinol berkisar antara 2 jam dan oksipurinol 12‐30
jam pada pasien dengan fungsi ginjal normal. Oksipurinol diekskresikan melalui
ginjal bersama dengan allopurinol dan ribosida allopurinol, metabolit utama ke
dua.
-
Dosis
Pada
pasien dengan fungsi ginjal normal dosis awal allopurinol tidak boleh melebihi
300 mg/24 jam. Pada praktisnya, kebanyakan pasien mulai dengan dosis 100
mg/hari dan dosis dititrasi sesuai kebutuhan. Dosis pemeliharaan umumnya 100‐=600
mg/hari dan dosis 300 mg/hari menurunkan urat serum menjadi normal pada 85%
pasien. Respon terhadap allopurinol dapat dilihat sebagai penurunan kadar urat
dalam serum pada 2 hari setelah terapi dimulai dan maksimum setelah 7‐10
hari. Kadar urat dalam serum harus dicek setelah 2‐3
minggu penggunaan allopurinol untuk meyakinkan turunnya kadar urat. Allopurinol
dapat memperpanjang durasi serangan akut atau mengakibatkan serangan lain
sehingga allopurinol hanya diberikan jika serangan akut telah mereda terlebih
dahulu. Resiko induksi serangan akut dapat dikurangi dengan pemberian bersama
NSAID atau kolkisin (1,5 mg/hari) untuk 3 bulan pertama sebagai terapi kronik.
-
Efek samping
Efek
samping dijumpai pada 3‐5%
pasien sebagai reaksi alergi/hipersensitivitas. Sindrom toksisitas allopurinol
termasuk ruam, demam, perburukan insufisiensi ginjal, vaskulitis dan kematian.
-
Sitotoksisitas
Allopurinol
meningkatkan toksisitas beberapa obat sitotoksik yang dimetabolisme xantin
oksidase. Dosis obat sitotoksis (misalnya azatioprin) harus diturunkan jika
digunakan bersama dengan allopurinol. Allopurinol juga meningkatkan toksisitas
siklofosfamid terhadap sumsum tulang. Obat urikosurik Kebanyakan pasien dengan
hiperurisemia yang sedikit mengekskresikan asam urat dapat diterapi dengan obat
urikosurik. Urikoirik seperti probenesid (500 mg‐1g
2kali/hari) dan sulfinpirazon (100 mg 3‐4
kali/hari) merupakan alternative allopurinol, terutama untuk pasien yang tidak
tahan terhadapa allopurinol. Urikosurik harus dihindari pada pasien dengan
nefropati urat dan yang memproduksi asam urat berlebihan. Obat ini tidak
efektif pada pasien dengan fungsi ginjal yang buruk (klirens kreatinin <20‐30
mL/menit). Sekitar 5% pasien yang menggunakan probenesid jangka lama mengalami
munal, nyeri ulu hati, kembung atau konstipasi. Ruam pruritis ringan, demam dan
gangguan ginjal juga dapat terjadi Salah satu kekurangan obat ini adalah
ketidakefektifannya yang disebabkan karena ketidakpatuhan pasien dalam
mengkonsumsi obat, penggunaan salisilat dosis rendah secara bersamaan atau
insufisiensi ginjal.
2) Urikosurika
(Benzbromarone, probenesid, sulfipirason)
-
Benzbromarone
Benzbromarone
adalah obat urikosurik yang digunakan dengan dosis 100 mg/hari untuk pasien
dengan penurunan fungsi ginjal moderat yang tidak dapat menggunakan urikourik
lain atau allopurinol karena hipersensitif. Penggunaannya harus dimonitor ketat
karena diakitkan dengan kejadian hepatotoksik berat. (johnstone A. Gout. 2005:
393)
-
Probenesid
Probenesid
dan sulfipirason bekerja meningkatkan kliren dengan menghambat reabsorbsi asam
urat pada tubulus. Pemberian Na-bikarbonat penting untuk menjamin jumlah urin
tetap normal. Dosis probenesid awal 250 mg 2 kali sehari selama 1-2 minggu,
kemudian 500 mg 2 kali sehari selama 2
minggu. Kemudian dosis dapat ditingkatkan hingga 2 g/hari.
-
Sulfipirason
Pemberian
sulfipirason 50 mg 2 kali sehari selama 3-4 hari, kemudian 100 mg 2 kali
sehari, dosis dapat ditingkatkan 100 mg/ minggu hingga mencapai 800 mg/hari.
Efek samping obat ini adalah iritasi GI, rash, hipersensitif, dan pembentukan
batu ginjal.
3) Febuxostat
Obat
ini sedang dalam tahap pengembangan clinical trial fase III. Studi awal
menunjukkan bahwa febuxostat ditoleransi baik oleh pasien gout samapi 4 minggu.
Febuxostat adalah non‐purin
xantin oxidase inhibitor yang dikembangakn untuk mengatasi hiperurisemia pada
gout. Gout yang diinduksi oleh obat Hiperurisemia dapat disebabkan karena
penggunaan diuretic, terutama tiazid. Jika tiazid harus digunakan atau tidak
dapat diganti obat lain, maka allopurinol sebaiknya diberikan untuk menurunkan
kadar urat. Obat lain yang juga menurunkan ekskresi urat melalui ginjal adalah
aspirin dosis rendah dan alkohol. Demikian juga siklosporin, terutama pada laki‐laki.
Gout akut sering diasosiakan dengan omeprazol. Etambutol, pirazinamid, niasin
dan didanosin juga mengganggu ekskresi asam urat melalui ginjal. Radioterapi
dan kemoterapi juga dapat menyebabkan hiperurisemia. Untuk profilaktik, dalam
hal ini dapat diberikan allopurionol sejak 3 hari sebelum memulai terapi.
((johnstone A. Gout. 2005: 393-394).
H.
Interaksi Obat
Obat-obat
yang digunakan disini mengurangi bengkak, radang, nyeri akibat penyakit
arthritis. Dua kelompok obat yang dipakai adalah kortikosteroida dan
non-kortikosteroida (juga disebut antiflogistika non-steroida).
a.
Kortikosteroida
Nama paten:
-
Aristocort
(triamsonolon) - Delta-Cortef (Prednisolon)
-
Colestone (betametason) - Deltasone (prednison)
-
Cortef (hidrokortison) - Hidrokortison (berbagai
pabrik)
-
Decadron (deksametason) - Kenacort (triamsinolon)
-
Medrol
(Metilprednisolon) - Orasone
(prednison)
-
Meticorten (prednison) - Prednison (berbagai pabrik)
b.
Non-Kortikosteroida
-
Aspirin (anacin,
ascriptin, aspergum, bayer, bufferin, CAMA, Ecotrin, Empirin, measurin,
momentum, pabirin, persistin, st. Joseph aspirin, dll).
-
Anaprox (naproksen) - naflon (Fenoprofen)
-
Butazolidin
(Fenilbutazon) - Naprosyn
(naproksen)
-
Clinoril (Sulindak) - Pontel (asam mefenamat)
-
Feldene (piroksikam) - Rufen (ibuprofen)
-
Indocin (Indometacin) - Tandearil (Oksifenbutason)
-
Meclomen (Meclofenamat) - tolectin (tolmetin)
-
Motrin (Ibuprofen) - zomax (zomepirak)
Interaksi Kelompok
Kortikosteroid
-
Kortikosteroida -
Asetazolamida (Diamox)
Kombinasi
ini dapat mnyababkan tubuh kehilangan terlalu banyak kalium dan menahan terlalu
banyak natrium. Gejala kekurangan kalium: lemah otot, mengelurkan urin terlalu
banyak, tekanan darah rendah, dll. Gejala kelebihan natrium: udem, haus,
mengeluarkan urin sedikit, hipertensi, dll.
-
Kortikosteroida -
Antasida (yang mengandung Magnesium)
Kombinasi
ini menyebabkan tubuh terlalu banyak kalium dan menahan terlalu banyak natrium.
Nama
paten antasida: alkets, aludroks, BiSoDol, Cemalox, Kodrol, dll.
-
Kortikosteroida –
Antikoagulan
Kombinasi
ini menyebabkan efek antikoagulan berkurang, kombinasi ini secara paradox dapat
menyebabkan pendarahan hebat.
Nama
paten antikoagulan:
Anthrombin-
K (warfarin), Coufarin (Warfarin), Hedulin (Fenindion), Liquamar (fenindion),
Miradon (Anisindion), dll.
-
Kortikosteroida –
Aspirin
(Anacin,
Ascriptin, Aspergum, Bayer, dll.)
Kombinasi
ini dapat mengakibatkan efek aspirin berkurang
-
Kortikosteroida –
Barbiturat
(Fenobarbital,
Alurate, Amytal, Butisol, Buticap, Carbrital, Seconal, dll).
Kombinasi
ini mengakibatkan efek kortikosiroid menjadi berkurang.
-
Kortikosterid – Obat
Diabetes
Kombinasinya
dapat mengakibatkan efek obat diabetes dapat berkurang.
Nama
paten obat diabetes (nama generik dalam kurung):
Diabinese
(Klorpropamid) Tolinase (Tolasamida)
Dymelor
(Asetoheksamida) Insulin
(Suntikan)
Orinase
(Tolbutamida)
-
Kortikosteroida – Pil
KB
(Brevicon,
Demulen, Enovid, Leostrin, Lo- Ovral, dll.)
Mengakibatkan
efek kortikosteroida meningkat (ES: toksik jika kadar terlalu tinggi).
-
Kortikosteroid –
Digitalis
Mengakibatkan
efek digitalis meningkat. Digitalis dapat digunakan untuk mengobati layu
jangtung dan untuk mengembalikan denyut jantung yang tidak teratur menjadi
normal. Akibatnya denyut menjadi tidak normal karena terlalu banyak digitalis.
Nama
paten digitalis (nama generk dalam kurung)
Laoxin
(Digoksin) Crystidigin
(Digitoksin)
Purodigin
(Digitoksin) Digifortis
(digitalis)
-
Kortikosteroid -
Diuretika
Kombinasi
ini mengakibatkan tubuh terlalu banya kehilangan kalium dan banyak menahan
natrium. Obat yang berinteraksi seperti ini disebut diuretika ‘penghilang
kalium’ dan beberapa nama patennya adalah:
Anydron
(Siklotiazida) Hidromox
(Kuinetazon)
Aquatag
(Benztiazida) Lasix
(Furosemida)
Diulo
(Metolazon) Renese (Politiazida),
dll
-
Kortikosteroid –
Estrogen
(Emen,
Aygestin, DES, Estinyl, Estrace, Estratab, Evex, dll.)
Kombinasi
keduanya dapat meningkatkan efek dari kortikosteroida.
-
Kortikosteroida –
Indometasin (Indocin)
Efek
merugikan dari masing-masing keduaya dapat meningkat jika dikombinasikan.
-
Kortikosteroida –
Pencahar
Kombinasi
ini dapat menyebabkan tubuh terlalu banyak kehilangan kalium dan menahan
terlalu banyak natrium.
-
Kortikosteroida –
Levodopa (Dopar, Loradopa, Sinemet)
Kombinasi
ini dapat menyebabkan tubuh terlalu banyak kehilangan kalium dan menahan
terlalu banyak natrium.
-
Kortikosteroida –
Fenitoin
Efek
kortiosteroid dapat berkurang. Akibatnya kondisi artritis tidak terawasi.
Fenitoin digunakan untuk mengendalikan kejang pada kelainan seperti ayan. Dua
oabt sejenis Fenitoin adalah Mesantoin (Mefenitoin) dan peganone (Etotoin).
-
Kortikosteroid –
Primidon (Mysoline)
Efek
Kortikosteroida dapat berkurang. Dimana primidon digunakan un tuk mengendalikan
kejang pada kelainan seperti ayan.
-
Kortik osteroida –
Rifampisin (Rifadin, Rimactane)
Efek
kortikosteroid dapat berkurang. Dimana rifampisin digunakan untuk pengobatan
tuberculosis dan diberikan pada pasien yang diduga mengidap meningitis.
-
Kortikosteroid – Vaksin
Cacar
Kombinasi
ini dapat mengakibatkan kepekaan terhadap infeksi karena sistem kekebalan tubuh
menjadi tertekan. Sediaan kortikosteroid topikal yang dijual bebas (krim,
slaep, semprot) adalah caladryl hidrocortisone, caldecort, dan lain-lain.
Interaksi kelompok
Non-Kortikosteroid
-
Obat Non-Kortikosteroid
– Obat jantung pemblok beta
Efek
pemblok Beta dapat berkurang. Pemblok beta dapat digunakan untuk mengobati
nagina, aritmia jantung, dna tekanan darah tinggi.
Nama
paten pemblok Beta:
Blocadren
(Timolol) Lopressor
(Metoprolol)
Corgard
(nadolol) Tenormin
(atenolol)
Inderal
(Propranolol) Viksen
(Pindolol)
-
Obat Non-Kortikosteroid
– Diuretika
Efek
diuretika dapat berkurang. Diuretika menghilangkan udem dan digunakan untuk
mengobati tekanan darah tinggidan layu jantung.
Nama
paten diuretika (nama generik dalam kurung):
Aldactazine
(Hidroklorotiazida/spironolakton)
Anydron
(Siklotiazida)
Awatag
(Benztiazida)
-
Obat Non-Kortikosteroid
– Litium
(Eskalith,
Lithane, Lithobid, Lithonate, Lithotab)
Efek
litium dapat meningkat. Litium adalah obat antipsikotika yang digunakan untuk
mengobati kelainan manik-depresif.
Interaksi Masing-masing
Obat Non-Kortikosteroid
-
Aspirin -
Antasida
Efek
aspirin dapat berkurang. Nama paten Antasida: Delcid, Di-Gel, maalox, Mylanta,
Riopan, WinGel, AlternaGel.
-
Aspirin – Sulfipirazon
(anturane)
Kerja
sulfipirazon dapat berkurang. Sulfipirazon dapat digunakan untuk mengobati
pirai.
-
Aspirin – Antikoagulan
Kerja
antikoagulan dapat meeningkat. Antikoagulan igunakan untuk mengencerkan darah
dan mencegah pembekuan.
Nama
paten antikoagulan:
Anthrombin
– K (warfarin), Coufarin (Warfarin), Hedulin (Fenindion), dll.
-
Aspirin – Metotreksat
Kerja
metotreksak dapat meningkat. Dimana metotreksat dapat digunakan untuk
pangobatan kanker dan psoriasis.
-
Indometasin –
Antikoagulan
Efek
antikogulan dapat meningkat .
Nama
paten antikogulan: Atrombin- K (Warfarin), coumadin (Warfarin), hedulin
(Fenindion), dll.
-
Indometasin –
kortikosteroid
Dapat
menyebabkan tukak lambung dan pendarahan.
-
Indometasin –
Fenilpropanolamin
Efek
fenilpropanolamin dapat meningkat. Fenilpropanolamin adalah suatu pelega
hidung, cenderung menaikkan tekanan darah. Obat ini sering ditulis sebagai PPA
(Phenylpropanolamine)
-
Asam mefenamat –
Antikoagulan
Efek
antikoagulan dapat meningkat. Antikoagulan digunakan untuk mengencerkan darah.
Akibatnya resiko pendarahan meningkat.
Nama
paten antikoagulan:
Dikumarol
(berbagai pabrik), Coumadin (warfarin), Miradon (Anisindion), dan lain-lain.
-
Fenilbutason (Asolid,
Butazolidin) – Obat diabetes
Efek
obat diabetes meningkat. Efek diabetes menurunkan kadar gula darah. Akibatnya
kadar gula darah dapat turun terlalu rendah.
Nama
paten obat diabetes:
Diabinese
(Klorpromida), Dynelor (Asetoheksamida), Orinase (Tolbutamida), tolinase
(lolazamida).
-
Fenilbutazon – Fenitoin
Efek
fenitoin dapat meningkat. Fenitoin adalah antikonvulsan yang dapat mengontrol
kejan pada ayan. (Harness. 1984: 17-30)
Beberapa
interaksi obat yang sering digunakan untuk pengobatan atau terapi gout, adalah
sebagai berikut:
1. Colchicine,
berinteraksi dengan sejumlah agen
terapeutik termasuk antikoagulan, anti keganasan, siklosporin, NSAID, dan
vitamin B12.
2. Allopurinol, adalah analog purin.
Sebagai isomer hipoksantin, mengurangi asam urat sintesis dengan kompetitif
menghambat zanthine oksidase. Hal ini menyebabkan penurunan plasma kadar asam
urat dan meningkatkan tingkat xanthine dan hipoksantin yang lebih larut dalam plasma dan mudah diekskresikan. Ini
mempotensiasi efek dari 6-merkaptopurin, azathioprine, dicumarol, dan warfarin. Hal ini juga berinteraksi dengan inhibitor
ACE, amoksisilin, ampisilin, klorpropamid, siklofosfamid, diuretik thiazide,
dan dengan vitamin C jika diminum dalam dosis besar.
3.
Probenesid,
Probenesid merupakan turunan sulfonamide. Interaksi obat Probenesid dapat meningkatkan efek dari beragam
agen terapeutik, termasuk
asiklovir, allopurinol, anti keganasan, AZT, thiopental,
sulfonilurea, rifampin, sulfonamid, riboflavin, natrium aminosalicylate, sefalosporin, siprofloksasin, clofibrate, dapson, gansiklovir,
imipenem, methotrexate, nitrofurantoin, norfloksasin,
4. Sulfinpyrazone,
merupakan turunan pyrazalone. Ini tersedia dalam 100 mg
tablet dan Kapsul 200 mg. Hal ini
diindikasikan untuk pengobatan arthritis
gout kronis. Interaksi
obat berinteraksi dengan beberapa
terapi agen termasuk
acetaminophen, salisilat, anti keganasan, sefamandol, cefoperazone, cefotetan, moxalactam, Plikamisin, asam valproik, diazoxide, mecamylamine, pirazinamid, hydantoin, niacin, nitrofurantoin,
NSAID, antikoagulan oral, obat antiplatelet, obat
oral antidiabetes, probenesid,
theophilline, dan verapamil. (Mazoyani dan Raymon. 2004).
I.
Evaluasi Terapi
Evaluasi
terapi pada penyakit gout, dapat dilihat dari:
1. Berkurangnya
gejala
2. Hilang
rasa sakit, eritema, dan inflamasi dalam 48 – 72 jam
3. Tidak
timbul efek toksik karena obat yang diberikan. (Priyanto. 2008: 116).
DAFTAR PUSTAKA
Hargness,
Rachard. 1984. Interaksi Obat. Bandung: ITB.
Puspitasari, Ika. 2008. Cerdas Mengenali Penyakit dan Obat. Yoyakarta:
UGM.
Nugroho, Agung Endro.
2011. Farmakologi “Obat-obat Penting
Pembelajaran Ilmu Farmasi dan Dunia
kesehatan”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mycek, Mary J. dkk. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi II. Jakarta: Widya medika.
Ragg, Mark. 2002. Obat-obat yang Paling Sering Diresepkan. Jakarta: Arean.
Tambayong, jan. 2002. Farmakologi Untuk
Keperawatan. Jakarta: Wdya Medika.
Katzung, Betram G. 2002. Farmakologi
Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika.
Olson, James. 2004. Belajar Mudah Farmakologi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja.
2007. Obat-obat Penting. Jakarta: PT
Elex Media Komputindo.
Priyanto. 2008. Farmakoterapi dan
Terminologi medis. Yogyakarta: Leskonfi.
M.J. Neal. 2005. At a Glance Farmakologi Medis edisi Lima. Jakarta: Erlangga.
Mardjono, Mahar. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Mansjoer, Arief.,dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:
Media Aesculapius UI.
Johnstone A. Gout . 2005. The Disease and Non‐Drug Treatment.
Hospital Pharmacist 12:391‐394.)
H. Ralph Schumacher. 2012. Rheumatology
Communication. American College: Marketing Committee.
Price,
P,AWilson, L,M. 1992. Gout,
Pathofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Raka Putra, Tjokorda. 2009. Hiperurisemia. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam.
Edisi ke-5 Jilid III.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2550-2559
William, P.T. 2008. Effects Of Diet, Physical Activity And Performance, And Body Weight On
Incident Gout In Ostensibly Healthy, Vigorously Active Men. AmJ Clin Nutr;87:1480–7.
Thompson JM. 1996. The Diagnosis and Treatment of Muscle
PainSyndromes. In
Braddom RL. Physical
Medicine & Rehabilitation. Philadelphia;
W.B.Saunders Co,.p.893-914.
Tulaar, A.B.M., 2008. Nyeri punggung dan leher. MKI, Volum:
58, Nomor: 5, Mei 2008
Lehmann J, de Lateur BJ. 1982. Diathermy
And Superficial Heat And Cold Therapy. In Kottke EJ, Stillwell GK, Lehmann JF
(eds): Krusen’s Handbook of Physical Medicine and Rehabilitation. Philadelphia:
WB Saunders;p.275-350.
Smeltzer & Bare. 2001. Gout and Hiperurisemia. Jakarta: EGC.
Syukri Maimun. 2007. Asam Urat dan Hiperurisemia. Majalah
Kedokteran Nusantara: 52.
Ashraf
Mozayani, PharmD, PhD dan Lionel P. Raymon, PharmD, PhD. 2004. Handbook of Drug Interactions “A Clinical
and Forensic Guide”. new jersey: Humana press.